BERITA

Buruh Migran Tak Lagi Nikmati Pelayanan Penuh Program Poros Perbatasan Nunukan

Buruh Migran Tak Lagi Nikmati Pelayanan Penuh Program Poros Perbatasan Nunukan



KBR, Nunukan - Program Layanan Terpadu Sentra Poros Perbatasan (LTSP) di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara tak lagi melayani penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi Pemerintah Malaysia melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan. Hal ini lantaran banyaknya pemangkasan anggaran program oleh pemerintah. Sekretaris Tim Program LTSP Perbatasan Edy Sujarwo menjelaskan, kini pihaknya hanya memberikan pelayanan bagi TKI yang akan berangkat ke Malaysia.

"Kami buat skala prioritas bagi TKI yang akan berangkat ke luar negeri kami berikan pembekalan lengkap. Anggaran kami ini ini Rp8 miliar, sudah dipotong tiga kali. Terakhir yang mau dihemat Rp1,8 miliar, " ujar Edy Sujarwo di Nunukan, Rabu (31/8/2016).

Pemotongan anggaran ini membuat Program LTSP hanya sanggup melakukan pendataan TKI yang dideportasi  dari Malaysia melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan. Selanjutnya, pemulangan akan dilakukan jasa penyalur TKI ataupun keluarga.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/05-2016/tki_bermasalah_perlu_pemulangan_khusus/81783.html">TKI Bermasalah Perlu Pemulangan Khusus</a></b></li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/04-2016/malaysia_deportasi_213_buruh_migran_ilegal/79942.html">Gelombang Deportasi Malaysia</a></b> </li></ul>
    

    Sejak diresmikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani pada pertengahan Februari lalu, program LTSP telah melayani hampir 3.000 TKI yang dideportasi dari Malaysia. Pelayanan itu berupa penampungan dan pembekalan selama lima.




    Editor: Nurika Manan

  • tki nunukan
  • Program Poros Perbatasan
  • Program Layanan Terpadu Sentra Poros Perbatasan
  • LTSP
  • nunukan
  • poros perbatasan
  • buruh migran indonesia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!