BERITA

DPRD NTB Bentuk TPF Kasus Eks TKI Qatar, Mulai Ginjal hingga Pengalihan Penempatan

DPRD NTB Bentuk TPF Kasus Eks TKI Qatar, Mulai Ginjal hingga Pengalihan Penempatan


KBR, Mataram - DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) berencana membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen untuk menelusuri kasus Sri Rabitah, eks TKI asal Lombok Utara yang diduga menjadi korban perdagangan organ tubuh di Doha, Qatar.

Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB Nursaid Kasdiono mengatakan TPF akan segera dibentuk agar bisa bekerja secepatnya. Rencananya, TPF akan diisi anggota DPRD, aparat kepolisian, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) dan juga pegiat pembela buruh migran.


Nursaid mengatakan TPF yang akan dibentuk DPRD NTB itu hanya sebatas bekerja di Indonesia karena belum bisa adanya tim investigasi gabungan antara pemerintah Indonesia dan Qatar.


"Kita belum sampai ke (tim) antarnegara dulu. Tapi paling tidak maksud saya adalah ini langkah yang akan kita ambil. Paling tidak DPR akan berkonsultasi secara internal untuk membentuk tim pencari fakta secara independen. Bukan ingin mencari siapa salah, siapa benar. Tapi paling tidak siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini sehingga tidak muncul lagi kasus yang sama di kemudian hari," kata Nursaid Kasdiono usai rapat dengar pendapat dengan sejumlah pihak terkait kasus yang menimpa Sri Rabitah, Senin (13/3/2017).


Baca: Alami Komplikasi Parah, TKI Terduga Korban Pencurian Ginjal Dibawa ke RS Sanglah Bali  

Nursaid mengatakan Tim Pencari Fakta akan fokus mencari pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus Sri Rabitah.


Nursaid juga mengungkapkan ada manipulasi data terkait alamat Sri Rabitah. Di dokumen ketenagakerjaan, Sri Rabitah beralamat di Sesela Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Padahal alamat sebenarnya adalah di Sesait, Kabupaten Lombok Utara.


Selain itu, kata Nursaid, sesuai Surat Izin Pengerahan (SIP) dan Surat Perintah Rekrut (SPR), Sri Rabitah semestinya diberangkatkan ke Oman. Namun, ternyata perempuan itu justru di tempatkan di Doha, Qatar.


Menurut informasi yang diperoleh DPRD pihaknya dari BP3TKI, pengalihan negara tujuan tersebut boleh dilakukan sepanjang ada persetujuan dari calon TKI yang bersangkutan serta ada permohonan dari PPTKIS. Namun, aturan itu baru keluar pada tahun 2016. Sementara kasus Sri Rabitah terjadi pada 2014.


"Dan yang sangat memprihatinkan bagi kami adalah pengalihan negara penempatan itu tidak dilaporkan kepada kita di daerah. Baik itu kepada Dinas di provinsi, BP3TKI Mataram maupun Dinas Kabupaten. Hal ini diketahui setelah kasus ini muncul ke permukaan," tambah Nursaid.


Nuraid menambahkan tidak ada surat pernyataan dari Sri Rabitah terkait kesediaannya dialihkan penempatannya ke negara lain.


Masalahnya tidak terhenti di situ. KBRI di Doha Qatar ternyata tidak mengetahui kedatangan, keberadaan hingga kepulangan Sri Rabitah. Padahal, sesuai aturan, setiap WNI yang bekerja ke luar negeri wajib melaporkan keberadaannya ke KBRI.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Sri Rabitah
  • pencurian ginjal
  • ntb
  • Nusa Tenggara Barat
  • TKI
  • Qatar
  • Lombok Barat
  • Lombok Utara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!