BERITA

Disweeping Polisi, Korban Konflik Tambang Maluku Utara Mengadu ke Komnas HAM

Disweeping Polisi, Korban Konflik Tambang Maluku Utara Mengadu ke Komnas HAM


KBR, Jakarta - Warga korban konflik lahan di Kabupaten Taliabu, Maluku Utara melaporkan Kepolisian Maluku Utara ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Warga mengaku polisi masih kerap melakukan sweeping (penyisiran) kepada warga, hingga warga ketakutan. Akibat konflik lahan itu, pada Februari lalu warga terpaksa melarikan diri ke hutan dikejar polisi saat menggelar aksi melawan penyerobotan lahan mereka.


Pengaduan itu diwakili LSM Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) dengan mendatangi Komnas HAM.


Staf Divisi Advokasi Pembelaan HAM KONTRAS, Rivanlee Anandar mengatakan hingga saat ini sweeping masih terus dilakukan polisi, hingga membuat warga ketakutan. Kontras mengutuk keras tindakan polisi yang dianggap sewenang-wenang.


Data KONTRAS menyebutkan sejumlah orang luka, dan sejumlah rumah dan kendaraan warga dirusak dalam konflik lahan itu. Selain itu ada 16 warga desa ditangkap polisi.


Rivanlee meminta Komnas HAM mendesak Polda Maluku Utara menarik seluruh personelnya dari Desa Lingkar Tambang.


"Yang pertama. yang paling urgen adalah tindakan Komnas HAM untuk mengeluarkan surat rekomendasi ke Polda (Maluku Utara) terutama untuk menarik anggotanya dari (Kabupaten) Kepualauan Taliabu. Yang kedua memastikan hak atas rasa aman warga karena hingga sekarang masih ada warga yang mengungsi ke hutan karena ketakutan," kata Rivanlee di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (7/3/2017).


Baca juga:


LSM Kontras juga meminta Komnas HAM mendesak Kapolda Maluku Utara memproses hukum anggota Polri yang melakukan provokasi dan bertindak keras kepada warga.


Komnas HAM, kata Rivanlee, juga harus memastikan bahwa pelanggaran yang dilakukan polisi ditindak secara adil dan transparan melalui aturan hukum yang berlaku.


"Perlu ada tindakan hukum sesuai hukum yang berlaku, terkait tindakan anggota Brimob yang memprovokasi bentrok antara warga dengan kepolisian, waktu aksi damai berlangsung akhir bulan lalu. Kita berharap Komnas HAM turun ke lapangan untuk mengetahui secara langsung apa yang terjadi disana," tambah Rivanlee.


Dalam pengaduan itu, Rivanlee juga meminta Komnas HAM mengusut penyebab awal terjadinya konflik antara petugas kepolisian dengan warga, yaitu soal keberadaan perusahaan tambang PT Adidaya Tangguh.


Rivanlee mengatakan, berdasarkan kesaksian warga, perusahaan tersebut menyerobot lahan perkebunan warga tanpa ada ganti rugi dan pemberitahuan sebelumnya.


"Peristiwa tersebut merupakan dampak dari hadirnya tambang di Pulau Taliabu yang telah menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, diabaikannya hak-hak warga dan persoalan sosial kemasyarakatan," tambahnya.


Di sekitar perusahaan tambang PT Adidaya Tangguh terdapat delapan desa dari dua kecamatan. Dalam dua bulan terakhir, warga desa di lingkar tambang melakukan empat kali aksi demonstrasi menuntut pembayaran ganti rugi atas perampasan tanah.


Warga juga menuntut ganti rugi atas perusakanan tanaman mereka akibat kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Adidaya Tangguh. Namun aksi tak kunjung ditanggapi perusahaan itu.


Pada 23 Februari 2017 lalu, aksi berujung bentrok dengan aparat kepolisian. Menurut Kontras, polisi menganiaya dan menyisir warga yang melakukan aksi, hingga warga lari menyelamatkan diri ke hutan di sekitar tambang.


Editor: Agus Luqman

 

  • Komnas HAM
  • Maluku Utara
  • konflik tambang
  • Kabupaten Taliabu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!