BERITA

Perangkat Desa Kena OTT Pungli, APDESI Cilacap Ancam Boikot Program PRONA

Perangkat Desa Kena OTT Pungli, APDESI Cilacap Ancam Boikot Program PRONA


KBR, Cilacap – Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mengancam tak melanjutkan Program Nasional Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) sertifikasi tanah yang tengah dikerjakan di 66 desa di seluruh Cilacap.

PRONA merupakan kegiatan legalisasi aset berupa sertifikasi tanah warga secara massal dan tanpa pungutan biaya.


Ketua APDESI Wahyu Manunggal Cilacap, Teguh Budi Suhartono mengatakan para kepala desa di Cilacap bakal memboikot proyek sertifikasi tanah PRONA jika sejumlah aparat desa tetap diproses hukum atas tuduhan pungutan liar (pungli) dalam kegiatan sertifikasi tanah.


Ancaman boikot muncul, setelah sebelumnya Tim Saber Pungli Polres Cilacap menangkap 10 orang aparat desa, mulai dari kepala desa hingga perangkat desa dan kepala dusun di Desa Surusunda, Kecamatan Karangpucung, lewat operasi tangkap tangan.


Dari informasi yang peroleh KBR, aparat desa itu menarik iuran wajib dari peserta penerima manfaat program PRONA untuk dana operasional desa. Besaran iuran antara Rp500 ribu hingga Rp600 ribu.


Ketua Apdesi Wahyu Manunggal Cilacap, Teguh Budi Suhartono mengatakan iuran itu sudah dimusyawarahkan bersama para penerima manfaat PRONA. Berdasar musyawarah tersebut, disepakatilah nilai iuran biaya operasional PRONA yang memang tidak dibiayai seluruhnya oleh pemerintah pusat. Diantaranya biaya materai, patok dan operasional pengukuran tanah, administrasi dan biaya lainnya.


Keterangan Teguh it berbeda dari keterangan resmi di situs Kementerian Agraria dan Tata Ruang sejak 2016, dimana dinyatakan program ini nol rupiah alias gratis. Pemerintah menegaskan tidak ada pembebanan biaya seperti materai maupun patok batas. Informasi lain dari pemerintah, biaya yang dikenakan hanya biaya administrasi sebesar seribu hingga Rp10 ribu.


Baca juga:


Diklaim swadaya masyarakat

Ketua APDESI Wahyu Manunggal Cilacap, Teguh Budi Suhartono mengklaim, pembayaran iuran bukan pungli, melainkan swadaya masyarakat. Swadaya itu, kata Teguh, diatur dan dilindungi dalam Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes).


Teguh menjelaskan, masyarakat menurut dia juga masih banyak yang salah mengartikan gratis dalam PRONA. Menurut Teguh, yang dimaksud gratis adalah sertifikatnya. Sementara, masih banyak prosedur administrasi yang harus dilalui untuk membuat sertifikat itu.


Ia mencontohkan, saat turun bantuan keuangan untuk pembangunan, anggaran diperhitungkan habis untuk membeli material. Maka, untuk membiayai tenaga kerja, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) tingkat desa akan melaksanakan musyawarah dengan masyarakat untuk menentukan jumlah swadaya yang harus ditanggung masyarakat.


"Ketika program PRONA ini justru menjadi persoalan di tengah masyarakat, kaitan dengan swadaya, yang berakibat berurusan dengan hukum. Ya teman-teman.. itu menyampaikan menolak PRONA. Menolak PRONA. Sudahlah dihentikan saja, daripada.. sepanjang tidak ada pemahaman dari BPN kepada masyarakat, mana yang pungli dan mana yang menjadi swadaya. Karena kami juga tidak mau berurusan dengan hukum," kata Teguh Budi Suhartono, Jumat (3/2/2017).


Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Cilacap meminta pemerintah daerah dan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Cilacap bermusyawarah mengenai definisi dan batasan pungutan liar yang dimaksud. Musyawarah dianggap penting untuk menghindari kesalahan persepesi antara pemerintah desa dengan Tim Saber.


Teguh mengaku sudah berkomunikasi dengan seluruh jaringan Apdesi di Indonesia untuk menyikapi hal itu. Ia mengklaim penarikan biaya swadaya yang kemudian dianggap sebagai pungli tersebut terjadi hampir di seluruh Indonesia.


Sejumlah perangkat desa, mulai dari Sidoarjo Jawa Timur, Demak Jawa Tengah dan daerah lainnya terancam dibui karena perbedaan definisi pungli. Karena itu, kata Teguh, para perangkat desa khawatir terkena operasi tangkap tangan dan tak mau melanjutkan program PRONA sertifikasi tanah jika 10 perangkat desa Surusunda tidak dilepaskan.


Teguh berharap persoalan ini bisa diselesaikan dengan jalan non-yudisial. Sebab, jika sampai diproses hukum, maka program PRONA sertifikasi tanah di desa lainnya terancam berhenti di tengah jalan.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • PRONA
  • sertifikat tanah
  • sertifikasi tanah
  • Cilacap
  • Jawa Tengah
  • pungli
  • Saber Pungli
  • Jokowi

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • rere7 years ago

    Prona, sebuah program pemerintah yg planningnya sama sekali tidak tuntas. Pemerintah pusat katakan itu 0 rupiah, di lapangan, pekerjaan yg harus dilakukan pemerintah desa kuar biasa banyakny. Apa dikira semua pemohon mampu menelusuri asal-usul tanah, mengisi berkas,membuat patok, mendampingi pengukur, melengkapi kesaksian tanah? Ada materai gratis? Prona sekarang hanya untuk alat propaganda pemerintah pusat dengan mengorbankan perangkat desa. Maklum, pejabat tinggi belum pernah jadi kepala dusun.