BERITA

Keluarga La Gode Minta Aparat Pelaku Penganiayaan Dihukum Seumur Hidup

Keluarga La Gode Minta Aparat Pelaku Penganiayaan Dihukum Seumur Hidup

KBR, Jakarta - Keluarga La Gode meminta agar aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap para pelaku penganiayaan.

La Gode, 31 tahun, merupakan warga Maluku Utara yang tewas saat ditahan di pos Satgas Operasi Pengamanan Daerah Rawan (Pamrahwan) di Kabupaten Taliabu, Maluku Utara.

Salah seorang kuasa hukum keluarga La Gode, Sanusi mengatakan pihak manapun yang mengadili La Gode---apakah pengadilan militer maupun pengadilan umum, agar menjatuhkan hukuman setimpal terhadap para pelaku pencabut nyawa La Gode.

"Keluarga menginginkan proses penyelesaian pokoknya di pengadilan militer ataupun umum. Yang terpenting sanksinya setimpal. Dipecat atau diberi sanksi penjara seumur hidup," kata Sanusi saat dihubungi KBR, Selasa (19/12/2017).

TNI mengakui adanya keterlibatan anggota TNI dalam kasus kematian La Gode. Juru bicara Kodam XVI/Pattimura, Armed Sarkitansi Sihaloho mengatakan ada sepuluh orang anggota TNI yang diduga terlibat penganiayaan. Jumlahnya kemungkinan bertambah karena proses penyelidikan oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) TNI masih berlangsung.

Saat ini TNI sudah mengganti anggota Satgas Pamrahwan. Penggantian untuk memudahkan pemeriksaan oleh Denpom TNI Ternate erhadap eks 14 belas anggota Satgas.

Baca juga:

Revisi UU Peradilan Militer

Direktur LSM hak asasi manusia Imparsial Al Araf mendesak Presiden Joko Widodo serius mendorong revisi Undang-undang Peradilan Militer. 

Al Araf mengatakan, penyelesaian pelanggaran hukum anggota TNI di peradilan militer justru menimbulkan kesan impunitas lantaran hukumannya tak seberat hukuman pidana umum. 

Padahal, kata Al Araf, pembahasan revisi UU Peradilan Militer sudah dimulai saat zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama. Pembahasan mandek saat memasuki tahun politik 2009.

"Dalam pembahasan waktu itu militer sudah setuju dalam sistem peradilan umum. Yang belum tuntas saat itu soal kewenangan siapa yang akan menginvestigasinya. Waktu itu perdebatannya, apakah polisi atau polisi militer? Tapi pembahasan kemudian mengalami stagnasi karena Indonesia masuk pemilu 2009, sehingga prosesnya gagal dan mentah. Tugas reformasi peradilan militer kini di tangan presiden dan DPR," kata Al Araf kepada KBR, Selasa (19/12/2017).

Al Araf mengatakan, pembahasan revisi UU Peradilan Militer delapan tahun lalu itu bisa dilanjutkan, karena saat itu militer sudah setuju masuk dalam sistem peradilan umum. 

Menurut Al Araf, saat ini Jokowi bisa mendorong Panglima TNI Hadi Tjahjanto agar segera merealisasikan wacananya soal revisi UU Peradilan Militer. Apalagi, DPR juga sudah menyatakan kesiapannya merevisi aturan tersebut. 

Al Araf mengatakan revisi UU Peradilan Militer, dengan cara menempatkan kasus pidana hukum di luar persoalan kemiliteran ke lembaga pengadilan umum, akan menciptakan keadilan bagi setiap warga negara. Menurut Araf, selama ini TNI selalu mengarahkan supaya pelanggaran hukum yang dilakukan anggotanya diproses di peradilan militer yang sangat tertutup dari pengamatan publik. 

Apalagi, kata Al Araf, hukuman yang dijatuhkan peradilan militer cenderung lunak, dan biasanya hanya berupa pencopotan dari jabatan.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • penganiayaan La Gode
  • kasus La Gode
  • La Gode
  • TNI La Gode
  • penganiayaan TNI
  • penganiayaan warga sipil
  • penganiayaan oleh TNI
  • penganiayaan aparat
  • aparat penganiayaan warga

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!