HEADLINE

Tolak Negosiasi, Kelompok Bersenjata Ajak Perang di Area Freeport

Tolak Negosiasi, Kelompok Bersenjata Ajak Perang di Area Freeport

KBR, Jayapura – Kelompok bersenjata di kawasan Tembagapura, Mimika, Papua, menolak ajakan tim negosiasi untuk menghentikan aksi kekerasan di wilayah Tembagapura. 

Tim negosiasi itu terdiri dari tokoh agama dan masyarakat. Salah seorang anggota tim negosiasi, Pastor Yohannes Jonga mengatakan ia telah berkomunikasi langsung dengan Hengky Wanma, selaku koordinator lapangan kelompok bersenjata di Kampung Banti, Distrik Tembagapura.

Menurut Yohannes Jonga, kelompok tersebut menginginkan Papua merdeka dari Indonesia. Kelompok tersebut bahkan mengajak perang dengan aparat keamanan dengan memilih lokasi di area Freeport. 

Pastor Yohannes Jonga mengatakan kelompok bersenjata itu berkeras tidak akan melepaskan warga sipil yang mendiami sejumlah kampung sampai ada pengakuan merdeka. 

"Mereka ingin menggunakan areal Freeport untuk perang, baik TNI/Polri. Mereka mau supaya tempat perang itu mulai dari Polsek (Tembagapura) sampai Grassberg untuk perang," kata Jonga, di Jayapura, Jumat (10/11/2017).

Kampung Kimbeli, Banti dan Utikini di Tembagapura dikuasai kelompok bersenjata sejak seminggu lalu.

Warga yang rata-rata bermata pencaharian sebagai pendulang emas tradisional, tak boleh lagi keluar dari kampungnya.

Polisi menyebut aktifitas warga kini terbatas, karena banyaknya warga yang tertekan dan mendapatkan intimidasai dari kelompok---yang oleh polisi disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)  itu. 

Sebelumnya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN/PB) Kodap III Mimika mengklaim bertanggungjawab atas serangkaian penembakan dan penyerangan di area PT Freeport Indonesia. 

Dalam pernyataan terbaru yang diunggah di media sosial pada Kamis (10/11/2017) malam menyatakan mereka menolak negosiasi dengan TNI/Polri. Mereka menegaskan tetap pada tuntutan kemerdekaan bagi Papua Barat. Mereka menyatakan siapa saja yang warga yang terlibat dalam upaya negosiasi ditetapkan sebagai musuh. 

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/11-2017/ribuan_warga__disandera___aktivitas_dua_kampung_di_papua_lumpuh_sepekan/93345.html">Ribuan Warga 'Disandera', Aktivitas Dua Kampung di Papua Lumpuh Sepekan</a> </b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/10-2017/siaga_1_penembakan_di__tembagapura___polisi_minta_bantuan_tni/93170.html">Siaga 1 Penembakan di Tembagapura , Polisi Minta Bantuan TNI</a>  &nbsp;</b><br>
    

Sulit Diajak Komunikasi

Mabes Polri mengakui kelompok bersenjata yang berada di Tembagapura menutup diri dari upaya negosiasi dari Satgas aparat keamanan.

Juru bicara Mabes Polri Setyo Wasisto mengatakan hingga kini kelompok bersenjata itu masih 'menyandera' warga tiga kampung di Tembagapura. 

"Belum ada komunikasi. Pimpinan KKB-nya enggak mau komunikasi," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).

Kabar terbaru disampaikan Setyo mengenai jumlah penduduk di Banti dan Kimberly, sebanyak 300 warga pendatang dan 1000 warga asli di tiga desa yang dikuasai kelompok bersenjata. Mereka tidak boleh keluar dari kampung mereka. 

Polri berharap kelompok sipil bersenjata mau bernegosiasi untuk melepaskan warga. 

"Polri dan TNI sudah mencoba menghubungi pimpinannya, tetapi belum ada kontak yang intens. Artinya, belum ada negosiasi. Karena mereka memang tidak membuka ruang komunikasi dengan pihak satgas," kata Setyo Wasisto.

Menurut Setyo, warga di tiga kampung masih tersandera dan dilarang keluar dari lokasi, terutama kelompok laki-laki. Sementara, kelompok perempuan diperbolehkan ke pasar untuk melengkapi keperluan pangan. Namun, tidak ada kekerasan fisik. 

"Tapi secara psikis orang dibatasi dan dilarang keluar," kata Setyo. 

Dia menduga dalam penyekapan tersebut menggunakan senjata modern. Kalau senjata mereka rakitan, artinya buatan lokal sehingga menyuplainya jarak dekat. 

"Kalau senjata pabrikan, ya kemungkinan senjata selundupan, dan masuk secara ilegal," ujarnya. 

Di sisi lain, Setyo Wasisto gamang dengan upaya negosiasi dalam menyelesaikan persoalan penyanderaan ini. Kendati mempertemukan kedua belah pihak, dia meramalkan akan ada kemungkinan dalam intensitas penyanderaan bisa menghadirkan keakraban antara penyandera dengan korban sandera, seperti teori stockholm syndrome, korban yang disandera bisa berbalik membela penyadera hanya karena intensitas tersebut. 

KBR juga mendapat informasi dari Kepolisian yang menyebutkan mereka tengah menyelidiki kebenaran informasi mengenai adanya kabar penculikan dari kelompok bersenjata terhadap Martinus Beanal, seorang warga dari Kampung Utikini Disrik Tembagapura.

Menurut kepolisian, Satgas Terpadu Penanggulangan Gangguan Kelompok Kriminal Bersenjata saat ini masih melakukan upaya pendekatan untuk membebaskan ratusan warga yang disandera KKB, baik di sekitar Kampung Kimberly, Kampung Utikini maupun Kampung Banti, tanpa menimbulkan korban jiwa di masyarakat.

Kapolda Papua Boy Rafli Amar menyebut kelompok bersenjata itu diperkirakan memiliki sekitar 30 pucuk senjata api hasil rampasan dari TNI dan Polri, serta senjata tradisional seperti panah.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/10-2017/tewaskan__brimob__pelaku_penembakan__di_timika_berjumlah_15_orang/93066.html">Tewaskan Brimob, Pelaku Penembakan di Timika Berjumlah 15 Orang</a>  &nbsp;</b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/10-2017/pengamat__lucu__amunisi_granat_polri_disimpan_di_gudang_tni/92874.html">Senjata Pelontar Granat untuk Wilayah Rawan seperti Papua</a> </b><br>
    

Editor: Agus Luqman 

  • Kelompok Kriminal Bersenjata
  • kkb
  • Kelompok Sipil Bersenjata
  • Papua Merdeka
  • Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat
  • papua barat

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!