HEADLINE

Beri Kesaksian Palsu, Miryam S Haryani Dihukum 5 Tahun Penjara

Beri Kesaksian Palsu, Miryam S Haryani Dihukum 5 Tahun Penjara

KBR, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman (vonis) selama lima tahun penjara kepada bekas anggota DPR Miryam S Haryani. Miryam dihukum karena memberikan keterangan palsu dalam persidangan korupsi KTP elektronik.

Ketua Majelis Hakim, Franky Tambuwun mengatakan politis Partai Hanura itu terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja dan sadar memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. 

Ketika bersaksi di pengadilan, Miryam mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan membantah semua keterangan di dalam BAP.

Karena kesalahannya itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor juga menghukum Miryam membayar denda sebesar Rp200 juta atau hukuman pengganti selama tiga bulan kurungan penjara.

"Mengadili, satu: menyatakan terdakwa Miryam S Haryani telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam perkara korupsi. Kedua, menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan pidana selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Franky Tambuwun saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/11/2017).

Dalam pertimbangannya vonis, Majelis Hakim juga menganggap Miryam terbukti menerima sejumlah uang dalam korupsi e-KTP meski sebelumnya Miryam membantah.

Menurut hakim, bantahan Miryam tersebut dipatahkan oleh keterangan dua terdakwa kasus korupsi e-KTP, yaitu Irman dan Sugiharto, saksi Yosef Sumartono dan serta Vidi Gunawan (adik terdakwa Korupsi e-KTP Andi Narogong).

Dalam kesaksian di pengadilan, empat orang saksi ini memastikan Miryam menerima empat kali aliran dana Korupsi e-KTP dengan total 600 ribu dolar Amerika Serikat dan Rp6 miliar.

"Keterangan terdakwa yang membantah terima uang adalah berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan Irman, Sugiharto, Yosep dan Vidi Gunawan. Dia menerima empat kali sebesar 500 dolar US, 100 dolar US dan Rp5 miliar. Uang tersebut diantar Sugiharto ke rumah terdakwa, Rp1 Miliar diserahkan Yosep pada asisten terdakwa. Jadi bantahan terdakwa tidak punya alasan hukum," kata hakim Franky Tambuwun.

Hakim Franky Tambuwun menambahkan, apa yang dilakukan Miryam tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi dan Miryam tidak mengakui perbuatannya didalam persidangan.

"Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dan belum pernah dihukum sebelumnya," tambahnya.

Baca juga:

Vonis Majelis Hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penunutut Umum KPK yang sebelumnya menuntut Miryam hukuman kurungan delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan penjara.

Jaksa KPK, Kresno Anto Wibowo menyebutkan Miryam terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana keterangan palsu dengan mencabut BAP-nya dalam persidangan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun rupiah lebih.

Jaksa menambahkan perbuatan Miryam itu dianggap menghambat proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK dalam penanganan perkara korupsi e-KTP dan tidak menghormati lembaga peradilan serta menodai kemulyaan sumpah yang diucapkan atas nama tuhan.

"Sebagai seorang anggota DPR RI terdakwa tidak memberikan teladan yang baik pada masyarakat dengan merusak nilai-nilai kejujuran meski disisi lain terdakwa juga memiliki hal yang meringankan yaitu memiliki tanggungan keluarga," kata Jaksa KPK Kresno Anto.

Jaksa KPK, Kresno Anto Wibowo mengatakan dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 23 Maret 2017, Miryam secara sengaja mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan yang menerangkan adanya penerimaan uang dari salah seorang terdakwa yaitu Sugiharto.

Kata dia, ada empat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik KPK terhadap Miryam S Haryani, yaitu BAP pada 1 Desember 2016, BAP tertanggal 7 Desember 2016, BAP tertanggal 14 Desember 2016 serta BAP tertanggal 24 Januari 2017. Seluruh BAP itu, kata Kresno, sudah diparaf dan ditandatangani terdakwa Miryam S Haryani. 

Jaksa KPK mendakwa Miryam S Haryani melanggar pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp600 Juta. 

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • Miryam S Haryani
  • korupsi e-ktp
  • tersangka e-KTP
  • megakorupsi e-KTP
  • dugaan korupsi pengadaan e-ktp
  • aliran dana kasus e-KTP
  • Setya Novanto e-KTP
  • saksi kunci e-KTP
  • dakwaan e-KTP
  • korupsi e-ktp setya novanto
  • tersangka korupsi e-KTP

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!