BERITA

Bertemu 100 CEO, Sri Mulyani Desak Ikut Tax Amnesty

Bertemu 100 CEO, Sri Mulyani Desak  Ikut Tax Amnesty


KBR, Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani mendesak para bos perusahaan go public segera mengikuti program pengampunan pajak. Sri Mulyani mengatakan, para bos perusahaan yang terdiri dari komisaris, direksi, hingga pemegang saham jumlahnya mencapai 2.619 wajib pajak. Sementara itu, yang sudah mendeklarasikan hartanya melalui program tax amnesty baru separuhnya.

"Coba kita lihat jumlah CEO. Jumlah direksi, pengurus, dan pemegang saham ada 2.619 WP. Dalam hal ini, kami untuk komisaris, direksi, dan pemegang saham perusahaan go public, itu sudah pasti saya tahu namanya, alamatnya, dan nama perusahaannya. Dan saya yakin, kalau ada 1.400 yang ikut, masak sih yang lainnya tidak ikut gara-gara yakin SPT-nya benar. Saya tidak terlalu yakin," kata Sri di Jakarta Convention Center, Kamis (24/11/16).


Sri mengatakan, masih banyak CEO perusahaan yang belum lengkap melaporkan hartanya dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak, tetapi juga belum mengikuti tax amnesty. Sehingga, dia mengingatkan mereka segera melaporkan harta yang belum terdaftar dalam SPT melalui tax amnesty.


Sri berujar, para wajib pajak bos perusahaan go public itu tersebar di Jawa 2.524 WP dengan peserta tax amnesty 1.463 WP, Sumatra 56 WP dengan peserta tax amnesty 21 WP, Kalimantan 28 WP dengan peserta tax amnesty 12 WP, Sulawesi 10 WP dengan peserta tax amnesty 3 WP, serta di Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku terdapat seorang WP yang belum mengikuti tax amnesty.


Adapun uang tebusan tax amnesty yang diterima negara dari para bos itu senilai Rp 7,12 triliun, yang terdiri dari para komisaris senilai Rp 2,64 triliun, direksi senilai Rp 2,48 triliun, dan pemegang saham senilai Rp 2 triliun.


Editor: Rony Sitanggang

  • tax amnesty
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • pengampunan pajak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!