HEADLINE

Pabrik Kembang Api Terbakar Tewaskan 49 Pekerja, Kemenaker Catat Indikasi Pelanggaran

Pabrik Kembang Api Terbakar Tewaskan 49 Pekerja,  Kemenaker Catat Indikasi Pelanggaran

KBR, Jakarta- Direktur Pengawasan Norma Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Kemenaker Herman Prakoso Hidayat menyatakan setidaknya ada dua indikasi pelanggaran yang dilakukan pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses, yang meledak Kamis (26/10/17) lalu. Herman mengatakan, indikasi tersebut berupa kelalaian perusahaan dalam melaporkan norma ketenagakerjaan, serta fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Kata Herman, dua hal itu seharusnya langsung dilaporkan pada Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Banten, dalam waktu maksimal 30 hari setelah mengantongi izin usaha.

"Belum  pernah melapor ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. Dari sisi satu, adalah norma ketenagakerjaan, masalah upah, lembur, outsourcing segala macam, dan kedua, dari sisi K3, keselamatan dan  kesehatan kerja. Kalau melihat dari lapangan kemarin, maka dua-duanya belum diterpakan di sana, baik dari norma ketenagakerjaan seperti upah, dan fasilitas K3, keselamatan dan kesehatan kerja, belum dilaksanakan, belum dilakukan," kata Herman kepada KBR, Senin (30/10/2017).

Herman mengatakan, pelaporan norma ketenagakerjaan dan K3 tersebut idealnya harus dilakukan setelah perusahaan mengantongi izin usaha, dan sebelum memulai produksi. Kata dia, ketentuan tersebut sudah diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, yang memungkinkan pengawas Disnaker turut memantau fasilitas K3 dalam pabrik. Herman berujar, kementeriannya akan  memanggil pemilik pabrik kembang api tersebut, setelah para korban menerima semua haknya.

Herman mengakui, tenaga pengawas usaha dari Disnaker memang masih sedikit, dan tak sebanding dengan jumlah industri yang diawasi. Meski begitu, kata dia, perusahaan yang tak mematuhi ketentuan tersebut, akan dikenai sanksinya, misalnya denda Rp 1 juta dan kurungan 3 bulan.

Herman berkata, perusahaan juga berkewajiban memenuhi hak semua pegawai yang belum memiliki BPJS Ketenagakerjaan. Dari 103 pegawai, baru 27 yang memiliki kartu BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga, pegawai yang menjadi korban dan tak memiliki kartu BPJS Ketenagakerjaan, semua haknya akan dipenuhi oleh perusahaan, sesuai aturan dalam BPJS Ketenagakerjaan.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, mengatakan kurangnya tenaga pengawas dari pihak Kementerian Tenaga Kerja, memberi dampak pada banyaknya perusahaan yang lalai dalam menjalankan aturan dan perizinan. Ia mengatakan dengan jumlah yang terbatas maka mustahil pengawasan perusahaan akan lebih baik.

"Memang berimplikasi atau berkorelasi kepada apa yang disebut dengan kekurangan juru pengawas PPNS kementerian tenaga kerja. di Indonesia ini lebih dari 200 ribu perusahaan yang mempekerjakan orang, pengawas yang di kementerian tenaga kerja itu 1700 orang, jadi andai kata mereka serius sungguh-sungguh tiap hari datang mengawasi tidak mungkin mereka bisa mengawasi perusahan itu. bayangkan berarti 1 orang kurang lebih mengawasi 90 perusahaan ya tidak masuk akal," ujar Saleh saat dihubungi KBR (30/10/2017).

Ia menegaskan dengan adanya kasus ledakan pabrik kembang api di Tangerang tersebut, memperlihatkan bahwa TIM PPNS Kementerian Tenaga Kerja tidak bekerja maksimal. Dia mengatakan seharusnya Tanggerang mendapat perhatian lebih mengenai pengawasan karena  merupakan Daerah Industri.

Lalainya pengawasan juga terbukti dengan adanya temuan bahwa tidak memadainya aspek keselamatan kerja yang terjamin, adanya pegawai anak-anak di bawah umur dan juga permasalahan upah. Dia mengatakan hal tersebut menunjukan Menteri Tenaga kerja tidak memperhatikan masalah itu secara menyeluruh.

Saleh juga menyarankan ada formulasi baru dalam kebijakan ketenaga kerjaan agar tidak lagi terulang kesalahan seperti itu. Ia mengatakan formula tersebut bisa berupa pembentukan tim pengawas baru atau menambah jumlah pengawas dalam waktu dekat.

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mendesak agar Pemerintah memperketat pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Pekerja (K3).   Ketua Umum KPBI Ilhamsyah menjelaskan, peristiwa yang terjadi di Tangerang hanya salah satu contoh dari sekian banyak kecelakaan kerja akibat longgarnya pengawasan terhadap K3 di perusahaan.

Peristiwa serupa kata dia, juga pernah terjadi dua tahun lalu, saat pabrik milik PT Mandom di Bekasi, kebakaran dan menewaskan 28 pekerjanya.

"Menurut saya tidak ada itikad baik dari Pemerintah. Niat untuk bagaimana memastikan semua aturan hukum dan Undang-undang berjalan, dan ada mekanisme sanksi kepada pengusaha. Niat itu yang tidak ada. Pengusaha di negara kita terlalu dimanjakan oleh negara. Sekian banyak pelanggaran hak normatif, kita bisa hitung ada berapa pengusaha yang diproses hukum hingga vonis? Itu bisa dihitung, hanya satu dua orang," ujarnya ketika dihubungi KBR melalui sambungan telepon, Senin (30/10).

Selain itu Ilhamsyah juga menambahkan, Pemerintah perlu merevisi Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang K3. Sebab ia menilai, beberapa pasal di dalam Undang-undang tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi yang sekarang.

"Misalnya terkait sanksi atau hukuman bagi pengusaha yang dianggap lalai menjalankan K3, hanya diancam hukuman penjara selama tiga bulan dan denda 100 ribu rupiah," terang Ilham.

Sementara itu Tim penyidik Polda Metro Jaya dan Polres Metro Tangerang Kota masih melakukan pendalaman terkait banyaknya pekerja di bawah umur, yang menjadi korban ledakan pabrik kembang api di Kosambi, Kota Tangerang. Kapolres Metro Tangerang Kota, Harry Kurniawan mengatakan, sejauh ini  masih mencari data valid terkait laporan adanya pekerja di bawah umur. Sementara, kata dia, penyidik masih menerima data dari keluarga korban yang selamat atau pun yang menjadi korban.

“Untuk sementara data pastinya belum kita ketahui, tetapi ada beberapa keluarga yang menjelaskan anaknya bekerja di situ, terutama terindikasi ada dua orang. Namun kita belum melihat apakah dilengkapi akte kelahiran atau rapot pada saat dia bekerja. Jadi baru berupa pernyataan dari pihak keluarga saja, kita akan cari datanya lagi,” katanya saat dihubungi KBR, Senin (30/10/17)

Harry mengakui kesulitan untuk mengetahui data para pekerja di pabrik tersebut. Hal itu karena Sutrisna, orang yang merekrut pekerja   ikut menjadi korban meninggal.

“Yang membawahi perekrutan pekerja atas nama Sutrisna, itu kebetulan menjadi korban meninggal dunia. Jadi segala sesuatu yang terkait perekrutan, dia yang menyimpan dokumennya,” jelasnya.

Harry  menemukan fakta bahwa lebih banyak pekerja lepas yang dipekerjakan di pabrik kembang api itu. Namun ada juga yang memang sudah menjadi pekerja tetap di pabrik milik Indra Liono tersebut.

“Jadi di sana ada pekerja tetap, tapi lebih banyak pekerja lepasnya. Makanya tim masih melakukan pendalaman kepada pemilik pabrik,” jelasnya.

Kamis lalu, pabrik kembang api milik PT Panca Buana Cahaya Sukses di Kosambi, Kabupaten Tangerang meledak dan terbakar. Sekitar 100 karyawan yang berada di dalam, langsung berhamburan saat ledakan berlangsung. Jumlah korban meninggal mencapai 48 orang dan 40an lain masih mengalami perawatan, karena luka bakar. Polisi menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus ini.

Editor: Rony Sitanggang

  • ledakan pabrik petasan di kosambi kabupaten tangerang
  • pabrik petasan PT Panca Buana Cahaya Sukses
  • 47 tewas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!