HEADLINE

Sesalkan Kekerasan di Rakhine, Jokowi: Perlu Aksi Nyata

Sesalkan Kekerasan di Rakhine, Jokowi: Perlu Aksi Nyata

KBR, Jakarta- Indonesia meminta Pemerintah Myanmar segera menghentikan kekerasan terhadap komunitas Rohingya di negara bagian Rakhine. Presiden Joko Widodo mengungkapkan, permintaan itu adalah salah satu pesan yang dibawa Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk otoritas Myanmar. Jokowi juga menitipkan sejumlah pesan lain ke Menlu Retno.

Jokowi mengatakan krisis kemanusiaan di Myanmar tak bisa disikapi dengan kecaman belaka, melainkan harus melalui tindakan konkret. Karena itu presiden langsung mengutus Menlu Retno terbang ke Myanmar.

 

“Saya telah menugaskan Menteri Luar Negeri menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak termasuk Sekjend PBB Bapak Antonio Guteres dan komisi penasihat khusus untuk Rakhine State, Bapak Kofi Anan. Dan, sore tadi (Minggu, 03/09) Menlu sudah berangkat ke Myanmar untuk meminta pemerintah Myanmar agar menghentikan dan mencegah kekerasan, agar memberikan perlindungan ke semua warga termasuk muslim di Myanmar, dan agar memberikan akses bantuan kemanusiaan." Ujar Jokowi, Minggu (03/09).

 

Kata Jokowi,  untuk penanganan kemanusiaan akibat konflik tersebut,   Indonesia telah mengirimkan 10 kontainer bantuan makanan dan obat-obatan, pada Januari dan Februari lalu. Indonesia juga sudah membangun sekolah di Rakhine.   Oktober mendatang kata Jokowi akan menyusul pembangunan rumah sakit.


"Saya dan seluruh rakyat Indonesia, kita menyesalkan aksi kekerasan yang terjadi di Rakhine State, Myanmar. Perlu sebuah aksi nyata bukan sekedar kecaman-kecaman. Dan, pemerintah berkomitmen terus membantu mengatasi krisis kemanusiaan, bersinergi dengan kekuatan masyarakat sipil di Indonesia dan juga masyarakat internasional.”


Jokowi juga menugaskan Menlu Retno untuk terbang ke Dhaka, Bangladesh untuk menyiapkan bantuan kemanusiaan yang diperlukan para pengungsi Rohingya di sana. Dia berharap, dalam sepekan ini bisa kembali mengirimkan bantuan makanan dan obat-obatan.


Sementara itu  Pengamat hubungan internasinal dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah meminta  Pemerintah Indonesia  berhati-hati mendekati Pemerintah Myanmar. Teuku Rezasyah beralasan, sejak bentrokan pecah, pemerintah Myanmar menjadi sangat tertutup dengan pihak luar. Mereka kata Rezasyah, juga kerap menganggap persoalan yang terjadi merupakan urusan dalam negeri mereka.


Pemerintah Indonesia kata dia, harus datang dengan ide-ide yang bisa didiskusikan, dan ide tersebut harus disampaikan dengan pola pendekatan kerja sama antarkedua negara. Sehingga Pemerintah Myanmar tidak menganggap Indonesia telah menggurui mereka.


"Bagaimana mengkomunikasikan ide. Kemudian Indonesia juga perlu menjelaskan bagaimana ide tersebut sifatnya tidak menggurui. Kemudian dalam mencari contoh terbaik, ide tersebut harus diletakkan dalam koridor kedaulatan Myanmar. Ide itu juga harus diletakkan dalam koridor mencegah terjadinya kritik dunia atas Myanmar. Indonesia juga berposisi sebagai pemberi saran. Saya rasa hanya Indonesia yang bisa melakukan itu," kata dia.


Rezasyah  mengatakan Indonesia merupakan negara yang cukup disegani di  ASEAN. Hal tersebut kata dia, menjadikan posisi tawar Indonesia lebih baik ketimbang negara-negara anggota ASEAN lainnya. Selain itu, keberhasilan Indonesia dalam membantu negara lain dalam menangani konflik, juga menjadi poin penting.


"Indonesia merupakan negara yang diakui sebagai pemimpin tak resmi di kawasan ASEAN, sehingga cukup disegani. Indonesia juga sering berhasil dalam membantu negara ASEAN menangani konflik. Tengok saja Filipina, Kamboja, hingga Vietnam," kata dia.


Selain posisi Indonesia di kawasan ASEAN, tingkat keberhasilan Indonesia dalam membantu Myanmar juga dilandasi oleh faktor historis dari hubungan kedua negara.


"Hubungan erat antara Indonesia-Myanmar sudah terjalin sejak jaman kerajaan. Myanmar juga sebagai salah satu negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia pada masa silam. Itu menjadi modal penting terhadap apa yang akan pemerintah Indonesia lakukan di Myanmar," kata dia.


Krisis kemanusiaan di Myanmar kembali terjadi pasca bentrokan antara kelompok pemberontak Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) dengan militer Myanmar pada Jumat lalu. Akibatnya 92 orang tewas, termasuk 12 tentara. ARSA menyatakan serangan mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap tentara Myanmar yang melakukan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap etnis Rohingya. Sedangkan pemerintah Myanmar menggolongkan ARSA sebagai kelompok teroris.


Editor: Rony Sitanggang

  • Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA)
  • Presiden Jokowi
  • Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
  • Rohingnya
  • Teuku Rezasyah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!