BERITA

Menteri Sri Keluhkan Penerimaan Pajak dari APBN dan APBD Kelewat Rendah

""Tahun 2016 kita mengumpulkan Rp 86 triliun. Tapi angka itu tidak ada apa-apanya dibandingkan total penerimaan pajak,""

Ria Apriyani

Menteri Sri Keluhkan Penerimaan Pajak dari  APBN dan APBD Kelewat Rendah
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan rendahnya penerimaan pajak yang bersumber dari belanja APBN dan APBD. Padahal, menurutnya, setiap transaksi belanja yang menggunakan anggaran negara maupun daerah harus disertai perhitungan pajak penghasilan(PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN).

"Tahun 2015 kita kumpulkan Rp 84 trililun dari kegiatan APBN dan APBD. Tahun 2016 kita mengumpulkan Rp 86 triliun. Tapi angka itu tidak ada apa-apanya dibandingkan total penerimaan pajak," ujar Sri di kantornya, Selasa (12/9).

Angka itu kelewat rendah jika dibandingkan dengan jatah belanja negara yang di APBN Perubahan 2017 sebesar Rp 2.113 kuadriliun. Menurut Sri penyebabnya masih banyak bendahara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang pengetahuannya kurang mengenai perhitungan perpajakkan. Namun ia juga mengakui bahwa ada sejumlah kasus ketidakpatuhan.

"Ada yang belum memahami aturan transaksi keuangan dimana mereka memiliki kewajiban memotong pajak. Kalau tahu aturan, juga masalah kepatuhan. Ada yang tahu tapi tidak patuh."

Dia meminta peran Aparatur Pengawas Internal pemerintah(APIP) lebih ditingkatkan demi mengoptimalkan penerimaan pajak. Jika peran APIP itu bisa optimal, menurutnya, beban kerja Direktorat Jenderal Pajak bisa dikurangi.

Selama ini, Ditjen Pajak juga dibebani keharusan mengawasi kepatuhan perpajakkan pemerintah pusat dan daerah. Sri menginginkan direktorat itu bisa lebih fokus terhadap ekstensifikasi pajak.

Editor: Rony Sitanggang

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • APBN 2017

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!