BERITA

Korban Vaksin Palsu Menggugat Presiden hingga Gubernur

""Agar para tergugat menghentikan pelayanan 14 rumah sakit yang terduga dan terindikasi menggunakan vaksin palsu agar tidak lagi melayani pemberian vaksin bagi anak lagi.""

Korban Vaksin Palsu Menggugat Presiden hingga Gubernur
Dokter melakukan vaksinasi ulang kepada balita korban vaksin palsu di RS Bekasi, Jawa Barat, Selasa (26/7/2016). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Keluarga korban vaksin palsu menggugat tujuh instansi dan penyelenggara negara terkait penanganan kasus vaksin palsu 2016 yang dianggap tidak transparan dan tidak maksimal.

Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis (14/9/2017). Sebagai tergugat ada tujuh pihak, antara lain Presiden, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten dan DPR pusat.

Kuasa hukum keluarga korban vaksin palsu, Wahyu Nandang Herawan mengatakan ia mewakili lima orang warga yang anaknya menjadi korban dalam pemberian vaksin tahun lalu. 

Dalam gugatan itu, kata Wahyu, korban meminta para tergugat bertanggungjawab dalam menjamin keberlangsungan hidup korban ke depan jika mereka mengalami dampak vaksin palsu. Selain itu, keluarga korban juga menuntut tergugat memberi sanksi kepada 14 rumah sakit yang terindikasi menggunakan vaksin palsu.

"Tuntutan profesional ini adalah agar para tergugat menghentikan pelayanan 14 rumah sakit yang terduga dan terindikasi menggunakan vaksin palsu agar tidak melayani pemberian vaksin lagi. Maksudnya bukan rumah sakit itu tidak beroperasi tapi larangan khusus untuk vaksinasi anak saja. Kami menganggap perlu ada evaluasi, kalau untuk yang lainnya bolehlah," kata Nandang, kepada KBR di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2017).

Baca juga:

Selain itu, penggugat juga minta agar pemerintah melakukan audit terhadap ke 14 rumah sakit tersebut. Nandang mencurigai praktik penggunaan vaksin palsu terjadi karena kelalaian rumah sakit dalam menerima obat masuk dan menangani masalah limbah botol obat-obatan.

"Tentang pengelolaan limbah, pemerintah harus melakukan audit tersebut dan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk membuat peraturan bersama tentang pengolahan limbah rumah sakit. Karena itu kan yang belum ada sekarang ini," ujar Nandang.

Terkait gugatan para korban, kata Nandang, mereka menuntut para tergugat menjamin, memenuhi, menegakan dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat sebagai warga negara sesuai pasal 28H ayat 1, Undang-undang Dasar 1945 junto pasal 64 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia, junto pasal 14 ayat 1 Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, serta pasal 8 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Nandang menambahkan dalam gugatannya agar pemerintah segera mempublis data tentang jumlah anak yang terkena vaksin palsu.

Hingga saat ini kepolisian sudah menahan 20 orang terkait kasus vaksin palsu, yang terjadi setahun ke belakang. Para pelaku dijatuhi hukuman penjara antara tujuh hingga 10 tahun. Namun, menurut Nandang, hukuman tersebut hanya berdampak pada pelakukanya saja, tapi tidak menyasar institusi terkait. Hal itu, kata Nandang, hal itu tidak akan memberi efek jera dan memungkinkan akan ada kembali kasus yang sama.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • vaksin palsu
  • korban vaksin palsu
  • satgas vaksin palsu
  • penanganan vaksin palsu
  • tersangka vaksin palsu
  • berkas perkara kasus vaksin palsu
  • dampak vaksin palsu
  • Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!