BERITA

Gerindra Persoalkan KPK yang Menggantung Status Tersangka Kakak Ipar Prabowo

Gerindra Persoalkan KPK yang Menggantung Status Tersangka Kakak Ipar Prabowo

KBR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa sependapat dengan kesimpulan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR mengenai banyaknya penetapan tersangka oleh KPK yang tak kunjung memiliki kepastian hukum.

Desmond mengatakan, ketidakpastian hukum itu terlihat dari banyaknya kasus di KPK yang tak dijelas kelanjutannya, meski sudah ada penetapan tersangka. 

Meski mengklaim menolak pembentukan Pansus Angket KPK, Desmond menyarankan pimpinan KPK memenuhi undangan Pansus Angket untuk memverifikasi tuduhan tersebut.

"Banyak orang yang pernah disangkakan korupsi, tetapi tidak pernah ditindaklanjuti. Misalnya kasus Pak Soedradjat Djiwandono. Kasus Aguan. Banyak yang sudah tersangka, tapi kasusnya tidak ada tindak lanjut. Jadi, tinggal Pansus dan KPK ketemu saja untuk memverifikasi perbedaan-perbedaan ini. Walaupun kami konsisten menolak Pansus," kata Desmon kepada KBR, Selasa (26/9/2017).

Desmon mengatakan, dia beserta Fraksi Gerindra di DPR masih konsisten menolak Pansus Angket KPK. Meski begitu, kata Desmon, fraksinya menunggu penjelasan KPK soal banyaknya kasus yang tak jelas kelanjutannya tersebut. 

Desmon mencontohkan kasus bekas Gubernur Bank Indonesia J Soedradjad Djiwandono yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penyimpangan dana Bantuan Likuiditas BI yang merugikan negara sebesar Rp19 triliun. 

Soedradjad Djiwandono merupakan kakak ipar dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. 

Menurut Desmond, KPK juga harus menjelaskan prosedur hukum acara yang diterapkan kepada para tersangka, untuk membuktikan bahwa tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia.

Desmond menambahkan Komisi III DPR masih menunggu kelanjutan sikap Pansus Angket KPK, setelah masa kerjanya diperpanjang. Kata Desmond, dia akan mengamati tindakan Pansus Angket berikutnya, karena khawatir justru malah berbalik melemahkan KPK. 

Sebelumnya, kalangan anggota DPR mencatat ada sejumlah tersangka korupsi yang nasibnya tidak jelas. Antara lain Soedradjad Djiwandono dalam kasus penyimpangan dana BLBI dan RJ Lino yang terlibat dugaan korupsi PT Pelindo II. 

Dalam perkara sebelumnya, beberapa orang harus menanggung status tersangka selama berbulan-bulan sebelum disidang seperti bekas Menteri Agama Suryadharma Ali, bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan lain-lain.

Baca juga:

Minim SDM?

Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM Yogyakarta, Fariz Fahrian menganggap tidak tepat jika Pansus Angket menuduh KPK tidak memberi kepastian hukum bagi para tersangka korupsi.

Menurut Fariz, lamanya KPK menangani kasus dan memberi kepastian hukum terhadap tersangka, dikarenakan jumlah personel yang sedikit. Ia yakin hal itu bukan karena KPK tidak memiliki dasar hukum dan bukti yang kuat untuk menjerat seseorang.

Menurut catatan Fariz, dari banyaknya kasus korupsi yang ditangani, KPK hanya memiliki 70-an personel yang semuanya bekerja untuk menangani masalah operasi tangkap tangan hingga investigasi yang memerlukan pengembangan. Dari kondisi ini,kata Fariz, seharusnya Pansus melihat adanya permasalahan jumlah SDM di KPK, bukan hanya menyikapi kepastian hukum dari para tersangka.

"Ini yang harus dilihat oleh DPR. Jadi ini yang mestnya diberikan solusi, bukan kemudian dianggap sebagai masalah. Itu hanya kekurangan SDM. Jika SDM ditambah maka persoalan akan selesai. KPK akan dengan cepat memproses itu semua. Tapi kalau personil tidak ditambah, kasus semakin banyak maka banyak kasus yang akan jadi mandek. Ini yang jadi persoalan sebenarnya," kata Fariz, saat dihubungi KBR, Selasa (26/9/2017).

Pansus Angket di DPR menganggap kinerja KPK tidak baik sebagai penegak hukum. Namun, kata Fariz, dari catatan PUKAT UGM, justru KPK adalah instansi dengan tingkat keberhasilan tinggi dalam menjerat para koruptor dan mengembalikan aset negara, dibanding dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Bahkan untuk kepastian hukum, KPK dinilai lebih baik dibanding kedua instansi tersebut.

"Terkait penanganan kasus di KPK tidak parah, dibanding dengan yang ada di Kepolisian dan Kejaksaan. Bahkan ada yang  bertahun-tahun jadi tersangka tapi tidak ada kepastian nya, karena banyak politisasi di kejaksaan dan di kepolisian," kata Fariz.

Fariz mengingatkan DPR, bahwa KPK mampu menyelesaikan kasus hingga selesai dan mengembalikan kerugian negara. Misalnya dalam kasus tindak pidana pencucian uang yang menjerat beberapa pejabat seperti dalam dugaan korupsi KTP elektronik. 

"Terkait penanganan kasus yang ditangani KPK, semua divonis hukuman. Tidak ada yang dibebaskan. Bahkan dalam beberapa kasus mereka menyentil aktor intelektual korupsi menggunakan strategi makan bubur, dimana keterlibatan anak buah menjurus ke aktor intelektual suap, gratifikasi atau pun korupsi yang menyebabkan kerugian negara," ujarnya.

Editor: Agus Luqman 

  • Pansus Angket KPK
  • penetapan tersangka korupsi
  • Korupsi BLBI
  • dana BLBI
  • Pansus Angket
  • Pansus Hak Angket
  • Prabowo Subianto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!