BERITA

BPS: Agustus Deflasi 0,07 Persen

BPS: Agustus   Deflasi 0,07 Persen
Ilustrasi (sumber: Antara)

KBR, Jakarta- Badan Pusat Statistik mencatat indeks harga konsumen pada  Agustus 2017 terjadi deflasi 0,07 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, laju deflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh tiga komponen, yakni turunnya tarif angkutan udara, serta turunnya harga bawang merah dan bawang putih.

Kata dia,   komoditas yang perlu diwaspadai adalah harga cabai merah, garam, serta biaya sekolah dasar dan menengah atas. Apabila tren deflasi terus berlanjut, menurut Suhariyanto, laju inflasi hingga akhir tahun 2017 akan bisa sesuai target pemerintah, yakni 4 persen.

"Perkembangan harga berbagai komoditas pada Agustus 2017 ini secara umum menunjukkan adanya penurunan. Dan deflasi Agustus ini dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yaitu tarif angkutan udara, harga bawang merah, dan satu lagi bawang putih," kata Suhariyanto di kantornya, Senin (04/09/2017).


Suhariyanto berujar, deflasi Agustus ini lebih tinggi dibanding Agustus 2016 yang mengalami deflasi 0,02 persen dan Agustus 2015 yang mengalami inflasi 0,39 persen. Kata dia, pola indeks harga konsumen tahun ini juga mirip dengan tahun 2015. Menurutnya, momen Lebaran 2015 yang terjadi di bulan Juli menimbulkan inflasi 0,93 persen, serta dilanjutkan pada bulan Agustus dengan inflasi sebesar 0,39 persen. Baru pada bulan kedua setelah Lebaran, yakni September, terjadi deflasi 0,05 persen.

Suhariyanto berkata, dari 82 kota yang diamati BPS, 47 kota mengalami deflasi sedangkan 35 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 2,08 persen dan deflasi terendah di Samarinda sebesar 0,03 persen. Adapun inflasi tertinggi terjadi di Lhokseumawe sebesar 1,09 persen dan inflasi terendah di Batam sebesar 0,01 persen.

Editor: Rony Sitanggang

 

  • Kepala BPS Suhariyanto
  • deflasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!