BERITA

Ombudsman RI Pastikan Terjadi Maladministrasi dalam Eksekusi Mati Humphrey Ejike

""Kepada pihak-pihak terlapor untuk segera menindaklanjuti saran yang diberikan oleh Ombudsman RI, jika tidak segera maka kami akan menaikkan hal ini menjadi rekomendasi.""

Ombudsman RI Pastikan Terjadi Maladministrasi dalam Eksekusi Mati Humphrey Ejike
Aparat berjaga di area LP Nusakambangan Cilacap Jawa Tengah ketika eksekusi hukuman mati para terpidana narkoba, Juli 2016. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Lembaga Ombudsman RI menilai Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung telah melakukan tindakan maladminstrasi terhadap pelaksanaan eksekusi hukuman mati kepada warga Nigeria, Humphrey Ejike Jefferson.

Humphrey Ejike Jefferson merupakan terpidana mati kasus narkoba yang dieksekusi di Nusakambangan pada mati akibat kasus narkoba pada 29 Juli 2016 atau tepat setahun lalu.


Angota Ombudsman RI, Ninik Rahayu mengatakan berdasarkan kajian yang dilakukan seharusnya pelaksanaan eksekusi mati tidak dilakukan atau ditunda. Ninik beralasan saat itu Humphrey lewat kuasa hukumnya sedang mengajukan permohonan grasi, sebagaimana diatur dalam pasal 13 Undang-undang nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi.


"Terkait Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terdapat perlakuan yang berbeda atau diskriminasi diantara terpidana mati yang mengajukan PK kedua. PN Jakarta Pusat tidak meneruskan pengajuan PK kedua Humphrey, sedangkan terhadap Eugene Ape permohonan PK diteruskan ke Mahkamah Agung," kata Ninik Rahayu di Kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/7/2017).


Baca juga:


Ombudsman RI memberikan saran kepada Kejaksaan Agung agar memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107 tanggal 15 Juni 2016 yang menyatakan pasal 7 ayat 2 tentang grasi bertentangan dengan Undang-undang Dasar RI 1945. Berdasarkan keputusan MK, kata Ninik, pasal 7 ayat 2 tersebut sudah tidak memiliki kekuatan hukum terutama soal pembatasan jangka waktu pengajuan grasi hanya 1 tahun sejak adanya putusan berkekuatan hukum tetap.


Sedangkan terhadap PN Jakarta Pusat, Ombudsman RI menyarankan agar menerapkan ketentuan teknis pengajuan Peninjauan Kembali (PK) tanpa diskriminasi kepada siapapun.


"Kejagung juga harus melakukan perbaikan proses dan teknis pelaksanaan eksekusi mati, terutama mengenai pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya yaitu hak atas informasi kepada keluarga terkait pelaksanaan eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberikan sebelum masa 3 kali 24 jam," kata Ninik.


Ninik menambahkan Ombudsman juga memberi saran kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung, agar melakukan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait adanya perlakukan yang berbeda atas permohonan pengajuan PK kedua dari Humphrey. Menurut Ninik, PN Jakarta Pusat tidak memiliki penjelasan memadai ketika tidak memproses pengajuan PK kedua Humphrey, padahal dalam perkara lain PK kedua diterima atau diteruskan.


Selain itu, Ninik menambahkan, lembaga-lembaga yang diberikan rekomendasi itu agar menjatuhkan sanksi terhadap pihak-pihak yang terindikasi melakukan penyimpangan demi penegakan dan adanya kepastian hukum.


"Kepada pihak-pihak terlapor untuk segera menindaklanjuti saran yang diberikan oleh Ombudsman RI, jika tidak segera maka kami akan menaikkan hal ini menjadi rekomendasi. Sebagaimana diketahui, rekomendasi merupakan produk tertinggi dari Ombudsman," tambahnya.


Editor: Agus Luqman 

  • eksekusi mati
  • eksekusi mati jilid III
  • Terpidana Mati
  • terpidana mati narkoba
  • eksekusi terpidana mati
  • eksekusi hukuman mati
  • Humphrey Ejike

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!