BERITA

Jaksa KPK: Hakim Akui Ada Peran Setya Novanto dalam Korupsi e-KTP

""Fakta ada pertemuan dengan Setya Novanto kemudian tanggapan Setya Novanto itu dijelaskan tadi di dalam persidangan," kata Jaka Penuntut dari KPK, Irene Putri."

Ade Irmansyah

Jaksa KPK: Hakim Akui Ada Peran Setya Novanto dalam Korupsi e-KTP
Majelis hakim Pengadilan Tipikor saat membacakan vonis bagi dua terdakwa korupsi proyek e-KTP di Jakarta, Kamis (20/7/2017). (Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja)

KBR, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi sikap Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyebutkan ada peran Ketua DPR Setya Novanto dalam dugaan korupsi proyek KTP elektronik.

Jaksa KPK Irene Putri mengatakan pengakuan itu muncul dalam berkas putusan Pengadilan Tipikor terhadap dua terdakwa korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto. Meki tidak menyebut secara rinci, kata Irene, hakim memasukkan pertemuan dua terdakwa itu dengan Setya Novanto dalam daftar pertimbangan hukuman.


Dengan penyebutan itu, Irene mengatakan secara tidak langsung hakim mengakui kalau dugaan korupsi proyek e-KTP bernilai total Rp5,9 trilliun ini tidak hanya dilakukan oleh dua terdakwa.


"Yang pertama, proses adanya korupsi kolusi sejak penganggaran. Kedua, ada pihak-pihak lain yang mewujudkan terjadinya tindak pidana. Jadi fakta ada pertemuan dengan Setya Novanto kemudian tanggapan Setya Novanto itu dijelaskan tadi di dalam persidangan," kata Irene Putri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017).


Meski demikian, Irene Putri mengatakan tim Jaksa KPK tetap akan mempelajari putusan Majelis Hakim, mengingat nama-nama yang disebut menerima sejumlah dana yang diajukan dalam berkas dakwaan dan tuntutan tidak semuanya dikabulkan oleh hakim dalam putusan.


Irene mengapresiasi hakim yang mengakui ada beberapa nama yang terbukti menerima sejumlah dana baik dari kalangan anggota DPR, maupun Kementerian Dalam Negeri. Diantaranya dua politisi Golkar Ade Komaruddin dan Markus Nari, serta politisi Partai Hanura Miryam S Haryani dan bekas Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni.


"Ada fakta-fakta yang menurut kami, kalau misalnya hakim sudah meyakini sejak proses penganggaran, maka seharusnya hakim juga mengurakikan fakta-fakta korupsi dan kolusi sejak penganggaran, sebagaimana tuntutan kami," kata Irene Putri.


Baca juga:


Hukuman terlalu berat

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum dua terdakwa perkara korupsi e-KTP, yaitu Iran dan Sugiharto dengan hukuman penjara masing-masing tujuh dan lima tahun. Selain itu dua terdakwa juga dihukum denda masing-masing Rp500 juta dan Rp400 juta.


Kuasa hukum terpidana, Susilo Ariwibowo menganggap putusan majelis hakim itu sangat berat. Susilo mengatakan kliennya sudah koperatif selama persidangan. Selain itu, dua kliennya sudah mengakui kesalahan dan mengembalikan uang korupsi. Apalagi, mereka juga bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penyidik atau justice collaborator.


Susilo mengatakan bakal mempelajari terlebih dahulu putusan hakim tersebut mengingat menurut aturan, kliennya diberi wakti tujuh hari setelah putusan untuk menentukan sikap.


"Ternyata majelis hakim me-reconfirm apa yang dituntut oleh jaksa. Walaupun di satu sisi, mengenai uang pengganti, itu juga sesuai dengan apa yang kami minta di pembelaan. Tetapi mengenai hukuman penjara tujuh tahun ini saya kira cukup berat," kata Susilo.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Setya Novanto
  • korupsi e-ktp
  • Proyek e-KTP
  • tersangka e-KTP
  • Kasus E-KTP
  • sidang e-KTP
  • Pansus E-KTP
  • hak angket e-ktp

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!