HEADLINE

Kuasa Hukum Aman Nilai Vonis Hakim Janggal

Kuasa Hukum Aman Nilai Vonis Hakim Janggal

KBR, Jakarta - Kuasa Hukum Aman Abdurrahman, Asludin Hatjani, menilai ada kejanggalan pada vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini. Menurutnya, vonis mati terhadap Aman tidak tepat karena bukti persidangan tidak menunjukkan memperkuat vonis tersebut.

Asludin menjelaskan, Majelis Hakim menjadikan kesaksian Syaiful Munthohir alias Abu Gar sebagai bukti Aman terlibat dalam pengeboman di toko Starbucks, Thamrin pada 2016. Padahal, kesaksian Abu Gar -- terpidana kasus teror bom Thamrin -- menyebut bahwa dirinya mengetahui perintah teror dari juru bicara ISIS bernama Syaikh Adnani.

"Tapi Abu Gar sendiri dalam persidangan sendiri menyatakan apa yang dilakukan oleh ustad Oman itu sudah diketahui sebelumnya, jadi bukan karna ustad Oman. Abu Gar sendiri sudah mengetahui ada pesan dari Syaikh Adnani untuk melakukan kegiatan amaliyah seperti di Prancis," kata Asludin usai persidangan, Jumat (22/6).

Asludin melanjutkan, Aman Abdurrahman sebenarnya tidak mengetahui aksi-aksi teror di yang jaksa tuduhkan pada Aman. Penggagas Jemaah Anshorud Daulah itu, Asludin mengatakan, mengetahui aksi bom Thamrin melalui berita di media online saat masih mendekam di Nusakambangan sebagai narapidana kasus teror lainnya.

Pada persidangan tadi, Aman Abdurrahman tidak memberikan pernyataan atas keputusan Majelis Hakim. Tetapi Asludin meminta waktu untuk memikirkan langkah hukum lanjutan berupa banding.

"Akan saya konsultasikan dengan beliau. Dia yang menentukan apakah banding atau tidak, tapi dari isyaratnya saya lihat dia tidak akan nyatakan banding," kata dia.

Asludin adalah kuasa hukum yang diberikan negara pada Aman Abdurrahman. Sebab, hukum acara mengharuskan seseorang punya pengacara bila terancam hukuman berat.

Padahal, sebenarnya, Aman menolak pendampingan kuasa hukum pada sidang perdana kasusnya ini. Waktu itu, Aman mengutarakan penolakannya, tetapi Majelis Hakim mengharuskan Jaksa Penuntut Umum memberikan kuasa hukum padanya.

Menurut Asludin, Aman Abdurrahman tidak mengakui adanya peradilan. Dia tidak mengakui adanya negara karena memegang prinsip-prinsip negara Islam atau khilafah.

"Maka dia berlepas diri terhadap ini. Makanya dia menolak (berikan tanggapan). Beliau sendiri menyatakan berlepas diri (dari sistem demomrasi). Berlepas diri maksudnya dia tidak menerima dan tidak menolak," kata dia.

Pengadilan Vonis Mati Tokoh ISIS Indonesia

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhi hukuman mati kepada arsitek teror di lima daerah Indonesia, Aman Abdurrahman. Majelis Hakim yang diketuai Akhmat Jaini menilai, tokoh ISIS Indonesia itu terbukti menjadi otak aksi teror karena memberikan ceramah-ceramah pro-khilafah dan anti-demokrasi kepada para pendukungnya, secara khusus anggota Jemaah Anshorud Daulah.

Pemikiran-pemikiran dalam ceramah Aman itu terbukti secara sah membuahkan gerakan teror di lima daerah. Pandangan tersebut sesuai dengan tim Jaksa Penuntut Umum yang juga menuntut Aman dihukum mati.

"Menyatakan terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan hukuman dengan pidana mati," kata Akhmat Jaini di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6).

Berdasarkan bukti dan keterangan para saksi di persidangan, Aman terlibat dalam aksi teror di dekat toko Starbucks Thamrin pada 2016, bom di Gereja Oikumene Samarinda tahun 2016, bom Kampung Melayu pada 2017, serta penembakan polisi di Medan dan di Bima pada tahun yang sama.

Aman Abdurrahman adalah penggagas jaringan terorisme Jemaah Anshorud Daulah. Dia telah membuat para pengikutnya melakukan bai'at kepada pemimpin ISIS di Suriah, Abu Bakar Al-Baghdadi. Konsekwensi atas jihad tersebut adalah pergi ke Suriah atau berjihad di dalam negeri.

Majelis Hakim memandang, Aman Abdurrahman telah memberikan perintah untuk melakukan kegiatan amaliyah kepada para pengikutnya. Pengikutnya kemudian memaknai perintah tersebut dengan melakukan kegiatan teror yang menjatuhkan korban dan menimbulkan ketakutan massa.

Aman terbukti menyebarkan pemikiran ekstrim baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui buku berjudul Seri Materi Tauhid dan materi-materi ceramah berupa suara di situs Millah Ibrahim. Bukti tersebut muncul berdasarkan keterangan saksi dan ahli.

Aman Abdurrahman tidak memberikan tanggapan terkait putusan hakim tersebut. Ketika Ketua Hakim Akhmat Jaini memberi dia kesempatan untuk memberi pernyataan soal langkah hukum selanjutnya, Aman mengatakan tidak mau berkomentar.

Tapi Aman Abdurrahman sempat sujud ke arah puluhan wartawan yang meliput di belakang meja terdakwa, sehingga membelakangi Majelis Hakim. Belasan polisi yang berjaga di dalam persidangan langsung menutupi Aman dari awak media yang mengambil gambar.

Ketua Hakim Akhmat Jaini keberatan dengan sikap aparat polisi itu. Hakim meminta polisi kembali ke pinggir ruang sidang karena menganggap, sikap tersebut tidak diperlukan dalam persidangan.

Kapolres Jakarta Selatan Indra Jafar mengatakan, ada diskresi dari pihak keamanan sehingga dia memerintahkan bawahannya mengelilingi Aman pascapembacaan vonis. "Karena ini kasusnya khusus, kita melakukan beberapa hal yang memang perlu kita lakukan. Ada hal mendasar yang harus kita lakukan," kata dia usai persidangan.

Sebelum mendapat vonis sebagai penggerak teror di lima daerah ini, Aman Abdurrahman adalah residivis. Dia pernah terjerat kasus kepemilikan bom di Cimanggis, Depok, pada 2004 dan pelatihan militer kelompok teroris di Aceh pada 2010. 

  • sidang Aman Abdurrahman
  • terorisme
  • Aman Abdurrahman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!