BERITA

Saber Pungli OTT 856 Kasus Selama 8 Bulan

"Satgas Pungutan Liar mengklaim jumlah pungli di pusat maupun daerah menurun"

Saber Pungli OTT 856 Kasus Selama 8 Bulan
Stiker tolak pungli di salah satu rumah warga. Foto: Kemenag.go.id

KBR, Jakarta - Satuan Tugas Saber Pungli telah melakukan 856 operasi tangkap tangan selama 8 bulan. Kepala Saber Pungli, Dwi Priyatno mengatakan, jumlah uang yang berhasil disita sekitar Rp 13,5 miliar. Kata dia, sektor pelayanan publik yang sering dilaporkan antara lain bidang pendidikan, perizinan dan penegakan hukum.

"Memang masih ada proses lidik sidik, ada yang sudah p21, ada penuntutan maupun juga yang sudah divonis. Untuk sementara dana yang disita pada waktu OTT itu jumlahnya kurang lebih Rp 13,5 miliar. Namun demikian ada potensi, seperti di kasus Kalitim, Koperasi Komura itu, kita sudah block kurang lebih Rp 326 miliar," kata Dwi di Kemenkopolhukam pada Senin (19/6/2017).


Dwi Priyatno mengklaim, selama 8 bulan terakhir, tren pungli di pusat maupun daerah cenderung menurun. Meski, ia tidak bisa memberikan data detail. "Artinya ada kondusifitas, bahwa pungli sudah berkurang," ungkapnya.


Pejabat pengawas Polri ini mengatakan, bakal mendorong percepatan penindakan dan perbaikan sistem di daerah, terutama dalam layanan publik. "Khususnya sistem yang mengurangi transaksional yaitu dengan IT, seperti kita membuat, memperpanjang, e-tilang, e-samsat, e-paspor dsb. Itu akan mengurangi transaksional," jelas Dwi.


Satgas sapu bersih pungutan liar (saber pungli) dibentuk melalui Peraturan Presiden nomor 87 tahun 2016. Tim satgas ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto. Sejumlah kementerian/lembaga saling berkoordinasi dalam satgas ini antara lain, BIN, Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, PPATK, dan Ombudsman RI.  (dmr)

  • saber pungli
  • Praktik Pungli

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!