BERITA

LSM KIARA: Produksi Garam Lokal Mencukupi, tapi Mengapa Industrinya Hancur Lebur?

LSM KIARA: Produksi Garam Lokal Mencukupi, tapi Mengapa Industrinya Hancur Lebur?

KBR, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menilai pemerintah melakukan pembiaran terhadap petambak garam lokal sehingga produk garam lokal kalah bersaing dengan garam impor.

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan empat kementerian dan lembaga yang mengurusi masalah garam di Indonesia tidak pernah berupaya meningkatkan kualitas garam produk lokal agar setara dengan garam impor.


Selama ini, kata Susan, pemerintah menjadikan alasan rendahnya kualitas garam lokal yang rendah kadar Natrium Klorida (NaCl) untuk melakukan importasi.


"Garam kita masih dianggap terlalu buruk, terlalu kurang kandungan. Kurang dari 97 persen kandungan NaCl-nya. Itu kemudian dijadikan alasan untuk selalu impor. Ini jadi PR besar. Tidak mengherankan kalau masalah garam ini tumpang tindih antara empat lembaga. Ada KKP, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan PT Garam," kata Susan Herawati kepada KBR, Minggu (11/6/2017).


Pada saat yang sama, kata Susan, petambak garam tidak diberdayakan untuk meningkatkan kapasitas produksinya supaya mencapai target kadar garam 97 persen NaCl.


"Jadi, fokus ke depan kalau negara mau berkomitmen menghentikan kran impor garam dan memperbaiki kehidupan petambak garam adalah mereka harus difasilitasi oleh negara," kata Susan Herawati.


Susan menambahkan produksi garam dari para petambak lokal sebetulnya bisa mencapai 3 juta garam. Jumlah itu, kata Susan, sudah mencukupi kebutuhan garam nasional yang berkisar di level 2-3 juta ton. Namun dengan alasan kualitas, garam lokal tidak bisa diserap karena kalah bersaing dengan garam impor.


"Harganya jauh sekali. Bahkan pada tahun 2016 petambak garam itu menjual murah garamnya ke Surabaya dengan harga Rp200 per kilogram. Produksi kita rata-rata 2-3 juta ton, sedangkan impor garam berjumlah 3 juta ton. Ada permainan selama ini, hanya garam dengan kadar NaCl 97 persen saja yang boleh masuk untuk garam industri bukan garam konsumsi. Nah yang terkena kasus itukan garam industri dikemas ulang menjadi garam konsumsi, itu membuat industri garam lokal kita hancur lebur," tambah Susan.


Baca juga:


Harga garam lokal mahal

Produsen garam di Pati, dalam beberapa bulan terakhir ini menggunakan bahan baku impor. Hal ini disebabkan karena pasokan garam lokal dari petani berkurang dan harganya lebih mahal.


Produsen garam terpaksa menggunakan bahan baku impor untuk memenuhi kebutuhan produksi garam konsumsi 50 ton per bulan.


Salah seorang produsen garam di Desa Ketitang, Kecamatan Batangan, Sri Lestari mengatakan dia menggunakan bahan baku garam impor akibat pasokan bahan baku garam lokal berkurang. Sedangkan petani garam belum bisa membuat garam secara maksimal karena cuaca tidak mendukung.


"Stok garam di pasaran langka dan harganya juga melonjak. Agar tetap produksi, maka saya terpaksa mendatangkan bahan baku garam impor dari Australia dan India," kata Sri Lestari.


Sri Lestari mengatakan untuk mengolah bahan baku garam menjadi garam konsumsi, dia mencampur garam impor dengan garam lokal, sampai nanti pasokan garam lokal kembali normal.  Meski ia mengakui, garam impor memiliki rasa lebih pahit dari garam lokal.


"Namun kita terpaksa memilih garam impor tersebut, lantaran minimnya pasokan dari petani. Untuk bahan baku garam impor perkilonya dihargai Rp2,250, sedangkan garam lokal dipatok Rp3 ribu per kilogram," kata Sri.


Sri menambahkan, seiring berkuranganya pasokan garam lokal ke produsen, diperkirakan harga garam konsumsi beryodium di pasaran terus melonjak. Dan berdasarkan pantauan harga di Pasar Kuniran Batangan, harga garam beryodium naik Rp6 ribu rupiah menjadi Rp.11 ribu per kilogram.

Perbandingan jumlah produksi dengan impor garam (dalam ton). 

<tr>

	<td><b>&nbsp;Tahun &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; <br>
	<td align="center"><b>Produksi garam &nbsp; &nbsp; &nbsp;   </b><br>
	<td align="center"><b>Impor garam &nbsp; &nbsp; &nbsp;   &nbsp;     </b><br>
</tr>


<tr>

	<td align="left">&nbsp;2012</td>


	<td align="right">&nbsp;2.071.601<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></td>


	<td align="right">2.314.844 <span id="pastemarkerend"></span></td>

</tr>


<tr>

	<td>&nbsp;2013<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></td>


	<td align="right">&nbsp;1.087.715<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></td>


	<td align="right">&nbsp;2.020.933<span id="pastemarkerend"> <br>
</tr>


<tr>

	<td valign="top">&nbsp;2014<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
	<td align="right" valign="top">2.192.168<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
	<td align="right" valign="top">2.251.577<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
</tr>


<tr>

	<td valign="top">&nbsp;2015<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
	<td align="right" valign="top">2.768.809<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
	<td align="right" valign="top">2.100.000<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
</tr>


<tr>

	<td valign="top">&nbsp;2016<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
	<td align="right" valign="top">137.600<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
	<td align="right" valign="top">3.000.000<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span><br>
</tr>


Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (2016)

 

Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • garam
  • garam impor
  • impor garam
  • garam industri
  • garam konsumsi
  • PT Garam
  • kiara

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Agus7 years ago

    Heran indonesia permasalahanya kok gini...kemaren cabe .bawang melambung.tinggi....sekarang garam...besok mungkin tomat....lusanya mungkin terasi ..ini harus benar benar waspada....nanti tidak bisa buat sambal......untung cobeknya masih banyak di pasar...