BERITA

Pemerintah Diminta Susun Aturan Antisipasi Intimidasi Eks HTI

Pemerintah Diminta Susun Aturan Antisipasi Intimidasi Eks HTI

KBR, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah memastikan jaminan keamanan bagi bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal ini menyusul putusan pengadilan yang menguatkan Surat Keputusan pencabutan status badan hukum HTI.

Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Kontras, Raden Arif Nur Fikri mengatakan, bentuk jaminan itu bisa berupa aturan tertulis berisi ketentuan perlindungan terhadap anggota-anggota Ormas yang dibubarkan pemerintah.

Arif menekankan, pemerintah perlu memikirkan dampak lanjutan dari kebijakan pembubaran Ormas tersebut. Misalnya stigma terhadap anggota eks Ormas yang dianggap terlarang lantas dibubarkan oleh pemerintah. Ia khawatir, akan ada intimidasi atau persekusi terhadap bekas anggota HTI atau jika pembubaran itu menimpa ormas lain. Karenanya, kepastian jaminan perlindungan harus dituangkan ke aturan.

Pemerintah pada 2017 silam mencabut status badan hukum HTI. Keputusan itu lantas digugat HTI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun pada sidang Senin (7/5/2018) kemarin, Majelis Hakim PTUN menolak seluruh gugatan terkait SK pencabutan badan hukum HTI oleh pemerintah. Hakim menilai prosedur pembubaran pemerintah sudah sesuai. Dengan pertimbangan, sejumlah bukti menunjukkan HTI bertentangan dengan Pancasila. Alhasil, SK pencabutan HTI itu pun tetap berlaku.

"Pemerintah tidak menjelaskan bahayanya di mana. Kalau memang membahayakan secara organisasi, harusnya pelaku yang ditindak, bukan ormasnya," kata Arif saat dihubungi KBR.

Baca juga:

Kontras menyayangkan langkah pemerintah yang memangkas proses hukum dalam pembubaran HTI. Namun betapapun Kontras keberatan dengan mekanisme pembubaran tanpa proses peradilan, Arif kini tetap menitikberatkan kepastian jaminan perlindungan bagi bekas anggota HTI di seluruh Indonesia. 

"Kami tidak sepakat soal proses pembubaran organisasi HTI, tapi pemerintah juga harus bisa memberikan jaminan perlindungan terhadap orang-orang yang terstigma. Karena organisasi-organisasi yang dianggap pemerintah terlarang," kata Arif kepada KBR, Senin (7/5/18).

Sejak SK pembubaran HTI diterbitkan pada 2017 hingga kini, menurut Arif belum ada upaya pemerintah untuk melindungi hak-hak sipil bekas anggota ormas tersebut.

Kritik Fadli Zon

Putusan majelis hakim PTUN itu juga turut menuai tanggapan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Menurut politiks Gerindra itu, para pendukung HTI memiliki hak berserikat yang dijamin Undang-undang.

"Sepanjang yang saya tahu, HTI itu termasuk yang sudah menyatakan mendukung Pancasila UUD 1945, NKRI dan sebagainya," jelasnya kepada wartawan di kompleks parlemen di Jakarta, Senin (7/5/2018).

"Jadi seharusnya tidak ada alasan untuk membubarkan mereka. Saya kira ini akan merupakan kemunduran demokrasi kita," papar Fadli Zon.

Baca juga:

Fadli menambahkan, meski HTI mendorong pemerintahan khilafah, organisasi tersebut melakukannya tanpa kekerasan atau pemaksaan. 

"Saya kira tidak ada masalah," kata dia lagi.

Hal serupa sempat diungkapkan salah satu saksi di sidang gugatan SK pembubaran HTI di PTUN Jakarta. Bekas Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai dalam kesaksiannya menyatakan, HTI memang berjalan normatif, berdakwah, non-kekekerasan. Tapi secara diam-diam kata dia, membentuk paramiliter. Menurut Ansyaad pembentukan paramiliter HTI itu bisa saja dengan sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan pimpinan organisasi HTI.




Editor: Nurika Manan

  • HTI
  • Pembubaran HTI
  • DPR
  • Fadli Zon
  • Kontras

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!