HEADLINE

Ahmadiyah Lombok Timur Diserang, Ini Asal Mulanya

""Orang tua anak yang ngaji tidak terima. Kemudian 30 orang melempari rumah""

Ahmadiyah Lombok Timur Diserang, Ini Asal Mulanya
Sebagian rumah jemaah Ahmadiyah Desa Gereneng Kecamatan Sakra Timur, Lombok Timur yang dirusak sekelompok orang. (Foto: FB Achmad Lubis)

KBR, Jakarta- Juru Bicara Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) Koman Suartana mengatakan, pihaknya belum menemukan tersangka atas penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah. Dia beralasan, kepolisian masih dalam proses mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi di lapangan.

"Karena kita ketahui bahwa, warga Lombok Timur berkaitan Ahmadiyah kan berseberangan aliran. Jadi ini sudah selalu diinformasikan dan dirapatkan untuk selalu menjaga situasi kondusif. Akan tetapi, karena adanya informasi yang mungkin kurang bisa diterima, adanya hal-hal yang kecil yang bisa menimbulkan konflik, sehingga terjadilah konflik seperti itu," kata Koman Suartana kepada KBR, Minggu (20/5/18).


Koman bercerita, pemicu kemarahan warga bermula dari olok-olok sesama bocah yang mengaji di rumah orang Ahmadiyah. Sehingga ejekan tersebut menyinggung orang tua dari bocah, dan tersulut emosinya untuk merusak rumah para jamaah.


"Pada awalnya Jasman jadi guru ngaji di Desa Greneng, di mana ia mengajar ngaji anak SD di rumahnya setiap hari. Anak-anak yang ikut ngaji diolok-olok karena guru mereka Ahmadiyah. Kemudian Sabtu (19/5), orang tua anak yang ngaji tidak terima. Kemudian 30 orang melempari  rumah saudara Mutiah dan Jasman, kemudian merusak rumah Kusnawati, kemudian bergerak ke Ahmakus, dan ke Edi Sucipto alias Udin," jelas Koman.


Situasi saat ini di wilayah bekas pengrusakan, kata Koman, masih kondusif. Sebab dalam aksi penyerangan tidak ada korban jiwa atau warga yang mengalami luka. Sementara, para pengungsi tetap dalam pengawasannya lantaran berada di Aula Polres Lombok Timur. Kepolisian sudah mengumpulkan tokoh agama dan tokoh adat agar menjaga kelangsungan ibadah ramadhan.


Pascapengusiran Pengurus Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) Saleh Ahmadi menyebut anak-anak warga Ahmadiyah di Desa Greneng, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, mengalami trauma. Saleh mengatakan, beberapa anak akan histeris jika melihat petugas berpakaian polisi. Padahal, saat ini, korban pengusiran yang terdiri dari tujuh keluarga atau 24 orang tersebut, mengungsi di kantor Polres Lombok Timur.


"Sampai sekarang situasi di tempat evakuasi sementara, di Mapolres, saya belum bisa masuk, tidak diperbolehkan. Tetapi dari mereka yang ada di dalam, menyampaikan, namanya ada ibu-ibu dan anak-anak, psikologi, trauma itu ada. Ada tadi saya ditelepon, ibu-ibu pingsan, ada juga yang anak-anak kalau melihat aparat datang, teriak histeris, ketakutan," kata Saleh kepada KBR, Minggu (20/05/2018).


Saleh mengatakan, penyerangan tersebut sangat mengganggu peribadahan warga Ahmadiyah, apalagi saat bulan puasa. Kata Saleh, aktivitas peribadahan warga, termasuk salah tarawih, dilakukan di kantor Polres Lombok Barat, sejak semalam.


Saleh menjelaskan, kronologi penyerangan bermula pada Sabtu (19 Mei 2018) pukul 11.00 WITA. Saat itu, sekelompok orang, yang juga warga Desa Greneng, menyerang dan merusak rumah warga Ahmadiyah secara tiba-tiba. Sekelompok orang tersebut merusak enam rumah, beserta perabotan dan peralatan elektronik di dalamnya, dan empat sepeda motor hingga hancur.

Akibat serangan, 7 keluarga yang terdiri dari 24 orang melarikan diri, termasuk beberapa di antaranya masuk ke dalam hutan. Siang harinya, 24 orang warga, yang mayoritas perempuan dan anak-anak tersebut dievakuasi ke kantor Polres Lombok Timur.

Namun, pada malam harinya, pukul 21.00 WITA, penyerangan dan perusakan kembali terjadi, hingga sebuah rumah hancur. Saleh menyebut, penyerangan tersebut terjadi saat desa dijaga polisi. Pada Minggu (20 Mei 2018) pukul 06.30 WITA, sekelompok orang kembali datang dan perusakan rumah warga, sehingga sebuah rumah hancur.


Saleh menyebut, warga Ahmadiyah telah bermukim di Kabupaten Lombok Timur secara turun-temurun sejak puluhan tahun lalu. Namun, kata Saleh, tindakan intoleransi oleh sesama muslim Lombok Barat, mulai dirasakan warga Ahmadiyah pascareformasi.

Ia berkata, target penyerang tersebut adalah merusak rumah warga Ahmadiyah, agar mereka terusir dari desa. Saleh beralasan, kejadian penyerangan tersebut sudah berulang kali terjadi. Pada tahun ini saja, tercatat tiga kasus penyerangan terhadap warga Ahmadiyah. Pada Maret 2018 dan 9 Mei 2018, tiga keluarga Ahmadiyah di Desa Tangi, terusir dari rumahnya, hingga mengungsi ke rumah kerabatnya. Meski hampir dua pekan mengungsi, kata Saleh, warga belum berani kembali ke rumahnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • Ahmadiyah NTB
  • pengungsi ahmadiyah
  • intoleransi
  • #toleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!