BERITA

Upah Pekerja Perempuan Rata-rata Lebih Rendah 23 Persen dari Buruh Laki-laki

Upah Pekerja Perempuan Rata-rata Lebih Rendah 23 Persen dari Buruh Laki-laki


KBR, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat upah rata-rata pekerja perempuan pada Februari 2017 lebih rendah hingga 23 persen dibanding upah rata-rata pada buruh laki-laki.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan upah perempuan lebih rendah itu terjadi di hampir semua sektor lapangan pekerjaan, kecuali sektor listrik, gas dan air.


Selisih upah rata-rata antara pekerja laki-laki dan perempuan paling tinggi terjadi di sektor pertanian yang mencapai 41 persen.


"Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Rata-rata upah gaji sebulan pada Februari lalu sebesar Rp2,7 juta per bulan. Ini gabungan dari seluruh sektor. Rata-rata upah buruh perempuan itu selalu lebih rendah dibandingkan rata-rata upah buruh laki-laki," kata Suhariyanto di kantor BPS, Jakarta, Jumat (5/5/2017).


Suhariyanto mengatakan, upah rata-rata tertinggi terjadi di sektor listrik, gas dan air sebesar Rp4,43 juta per bulan, sedangkan upah terkecil terjadi di sektir pertanian yang rata-ratanya hanya Rp1,75 juta.


Namun, kata Suhariyanto, apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, masih terjadi kesenjangan upah rata pekerja perempuan dibanding laki-laki. Pekerja laki-laki menerima upah rata-rata Rp2,95 juta, sedangkan perempuan menerima upah rata-rata Rp2,27 juta. Sehingga, terdapat selisih rata-rata upah Rp680 ribu atau 23 persen.


Selisih upah tertinggi terdapat di sektor pertanian yang mencapai 41 persen, karena upah rata-rata laki-laki mencapai Rp 1,92 juta sedangkan upah perempuan hanya 1,13 juta.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • BPS
  • buruh perempuan
  • buruh laki-laki
  • pekerja perempuan
  • ketimpangan upah buruh
  • angkatan kerja
  • pengangguran

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!