BERITA

Menteri Agama: Ceramah Agama Tidak Boleh Bertentangan dengan 4 Pilar Bangsa

""Saya mendapatkan masukan, bahwa sejumlah rumah ibadah itu sudah mulai berisi hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat," kata Menteri Agama Lukman H Saifuddin."

Ninik Yuniati

Menteri Agama: Ceramah Agama Tidak Boleh Bertentangan dengan 4 Pilar Bangsa
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menunjukkan surat seruan aturan ceramah di tempat ibadah dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (28/4/2017). (Foto: ANTARA)


KBR, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengeluarkan seruan tentang tata cara ceramah di tempat ibadah. Seruan itu berisi 9 poin aturan dalam ceramah.

Menteri Lukman mengatakan untuk penceramah, dihimbau dipilih figur yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran agama. Selanjutnya, tentang materi ceramah diminta tidak berisi ujaran kebencian, tidak bermuatan politis, SARA, serta tidak bertentangan dengan Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.


"Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa," kata Lukman di Kementerian Agama, Jumat (28/4/2017).


Menteri Lukman menambahkan penceramah agama juga mesti menghindari materi yang bermuatan penghinaan, penodaan atau pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan di kalangan umat beragama. Selain itu, kata Lukman, materi ceramah juga tidak menandung provokasi dan ajakan melakukan tindakan diskriminasi, intimidasi, kekerasan dan tindakan merusak lainnya.


"Materi yang disampaikan juga tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis," tambah Lukman.


Menteri Agama Lukman Hakim tidak menampik seruan itu dikeluarkan sebagai respon atas politisasi rumah ibadah selama pemilihan gubernur DKI Jakarta enam bulan terakhir.  


"Tidak hanya terkait dengan pilkada, tapi juga di luar pilkada. Saya mendapatkan masukan, bahwa sejumlah rumah ibadah itu sudah mulai berisi hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat," kata Lukman.


Meski begitu, Menteri Lukman mengatakan aturan itu hanya bersifat imbauan dan tidak memiliki kekuatan hukum. Ia beralasan pemerintah tidak ingin berperan sebagai polisi yang menindak setiap pelanggaran. Kendati begitu, ia berharap penceramah, pengelola rumah ibadah, dan masyarakat bersedia menjalankannya.


"Saya sadar betul, saya tidak bisa mengintervensi. Sepenuhnya itu wewenang rumah-rumah ibadah, karena mereka memiliki otonominya tersendiri," tambah Lukman.


Baca juga:


Berikut 9 butir seruan Menteri Agama tentang aturan ceramah di rumah ibadah:


  1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama; yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan perdamaian umat manusia.

  1. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

  1. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan; terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun.

  1. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial.

  1. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

  1. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.

  1. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

  1. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.

  1. Tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • menteri agama
  • Lukman Hakim Syaifuddin
  • politisasi agama
  • aturan ceramah agama
  • politisasi tempat ibadah
  • pancasila
  • SARA
  • NKRI
  • ujaran kebencian

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!