BERITA

Kasus e-KTP, Pramono: Novanto Pernah Minta Tolong soal Izin Presiden

""Terus terang, beberapa kali Pak Nov minta tolong pada saya. Permintaan tolong termasuk yang di Solo itu, sebenarnya tidak ada urusan dengan itu (aliran dana proyek E-KTP)," kata Pramono."

Kasus e-KTP, Pramono: Novanto Pernah Minta Tolong soal Izin Presiden
Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat menjawab pertanyaan wartawan. (Foto: Setkab.go.id)

KBR, Jakarta - Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan terdakwa dugaan korupsi proyek KTP berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto pernah berkali meminta tolong kepadanya terkait pemeriksaan oleh KPK.

Menurut Pramono, bekas Ketua DPR tersebut minta dihubungkan ke Jokowi agar proses pemeriksaannya saat itu harus seizin presiden. Namun kata Pram, kala itu ia tak menggubris permintaan Novanto.

"Terus terang, beberapa kali Pak Nov minta tolong pada saya. Permintaan tolong termasuk yang di Solo itu, sebenarnya tidak ada urusan dengan itu (aliran dana proyek E-KTP)," kata Pramono di Komplek Istana Kepresidenan, Kamis (22/3/2018).

Pram menambahkan, Novanto menyampaikan hal tersebut saat pesta pernikahan putra Presiden Jokowi di Solo. 

"Yang dilakukan Pak Nov pada waktu itu adalah minta tolong agar ketika dia kirim surat untuk minta pemeriksaannya dapat izin presiden, saya tidak jawab. Itu waktu ada acara di Solo, waktu mantu. Jadi tidak ada urusan sama sekali dengan itu," tambahnya lagi.

Baca juga:

Saat pertemuan itu, Novanto menurut Pram hanya menyampaikan permintaan tolong tersebut. Karenanya dia mengaku bingung ketika tiba-tiba Novanto menyebut namanya turut menerima aliran duit e-KTP senilai USD 500 ribu.

Pramono mengatakan, pembicaraanya dengan Novanto itulah yang kemudian membuat publik heboh. Kata dia, politikus Golkar itu selalu menolak panggilan KPK dengan alasan harus seizin presiden. Padahal, jelas Pramono, permintaan tolong itu hanya diajukan secara lisan dan tak ada surat dari Novanto kepada Presiden Jokowi.

Saat itu, Novanto selalu membawa-bawa Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ketika dipanggil KPK untuk pemeriksaan kasus korupsi e-KTP. Undang-undang itu memang menyebut pemeriksaan anggota DPR harus seizin presiden, sesuai pasal 245 ayat 1 UU MD3. Namun, pasal 245 ayat 3 menyebut bahwa ketentuan ayat 1 tak berlaku jika tindak pidana itu bersifat khusus, seperti tindak pidana korupsi.

Baca juga:




Editor: Nurika Manan
  • korupsi e-KTP
  • e-KTP
  • Setya Novanto
  • Pramono Anung

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!