BERITA

Konflik Lahan Teluk Jambe, Ini Tahapan Penyelesaian Versi Kementerian ATR

""Dimensi yang kedua antara masyarakat dan perusahaan,""

Konflik Lahan Teluk Jambe, Ini Tahapan Penyelesaian Versi Kementerian ATR
Keluarga petani Telukjambe, Karawang, Jabar saat mengungsi di Jakarta. (Foto: KBR/Yudi R.)


KBR, Jakarta- Masyarakat Teluk Jambe, Karawang harus menunggu hingga pertentangan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Agraria soal status lahan di Karawang mencapai titik temu. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN  Sofjan Djalil mengatakan tidak akan buru-buru memutuskan penyelesaian sengketa tanah di Karawang.

Kata dia, sebelum memastikan nasib kepemilikan tanah masyarakat, Sofyan ingin menuntaskan perbedaan pendapat tersebut.

"Kita akan selesaikan dulu, beberapa dimensi. Dimensi pertama antara Kehutanan dan BPN. Dimensi yang kedua antara masyarakat dan perusahaan," kata Sofjan di Mabes Polri, Jumat (17/3).


Sampai saat ini belum diagendakan pertemuan lanjutan antara Kementerian Agraria dan KLHK. Semula, mereka dijadwalkan akan bertemu untuk membandingkan peta kawasan yang dipegang masing-masing kementerian.


KLHK menegaskan ada 7 sertifikat lahan di Karawang yang harus dicabut karena lahan itu termasuk kawasan hutan. Salah satu sertifikat yang dimaksud KLHK adalah lahan milik PT Pertiwi Lestari yang tengah jadi objek sengketa dengan masyarakat Teluk Jambe, Karawang.


Namun, Kementerian Agraria enggan mencabutnya. Mereka mengklaim bahwa tanah tersebut adalah kawasan yang sudah dijadikan HGU.


"Kasus tanah Karawang sengketa peta. Kehutanan mengatakan ini kawasan kehutanan berdasarkan peta (tahun) 50-an. BPN, peta lain, telah mengatakan itu bukan kehutanan. Itu bekas kebun egendom PT tertentu. Kita sedang kerja intensif."


Editor: Rony Sitanggang

  • Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil
  • sengketa lahan teluk jambe karawang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!