BERITA

Alasan Koalisi Tolak Reklamasi Sepakati Pembangunan Tanggul di Teluk Jakarta

Alasan Koalisi Tolak Reklamasi Sepakati Pembangunan Tanggul di Teluk Jakarta


KBR, Jakarta- Koalisi Tolak Reklamasi Jakarta menyatakan sepakat dengan pembangunan tanggul di pantai Jakarta, namun meminta jaminan partisipasi masyarakat. Hal ini menanggapi rencana Bappenas membangun tanggul sepanjang total 20 km di lokasi tersebut untuk membantu mengurangi rob dan mencegah penurunan muka air tanah. 

Anggota  Koalisi dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata meminta pemerintah melibatkan warga dalam perencanaannya. Sebab, ada kebutuhan warga nelayan tidak boleh diganggu pembangunan tanggul.


"Kami pada dasarnya sepakat, tetapi harus ada proses yang jelas untuk memastikan masyarakat berpartisipasi dalam prosesnya. Khususnya konsultasi publik, dan pembangunannya menjadi hak warga," katanya.

Baca: Tanggul 20 Kilometer

Marthin menyatakan, pembangunan tanggul takkan sepenuhnya menghentikan penurunan muka tanah ibukota. Sebab, penurunan tanah disebabkan oleh penggunaan air tanah dan beban pembangunan. Karenanya, pemerintah harus fokus mengurangi penggunaan air tanah bersamaan dengan membangun tanggul.

"Tanah aluvial di utara Jakarta itu belum kompak, belum kuat untuk menahan, akhirnya tanahnya menurun. Sebetulnya permasalahannya bukan tanggulnya, tetapi dia harus menyelesaikan salah satunya adalah penggunaan air tanah," tambahnya.


Kata dia, DKI Jakarta bisa mencontoh ibukota Jepang, Tokyo. Di kota tersebut, penurunan muka tanah bisa diperlambat sejak 1970 hingga 2000. Sebab, Tokyo melarang penggunaan air tanah sekaligus menyuntikkan air ke dalam tanah. Sehingga, dalam waktu tiga dekade, penurunan muka tanah bisa diperlambat.


Editor: Rony Sitanggang

  • Sekjen KNTI Martin Hadiwinata
  • Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota (NCICD)
  • Koalisi Tolak Reklamasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!