BERITA

Kisruh Kontrak, Jonan Persilakan Freeport Ajukan Arbitrase

Kisruh Kontrak, Jonan Persilakan Freeport Ajukan Arbitrase


KBR, Jakarta- Pemerintah  akan membuka pintu negosiasi bagi Freeport Indonesia selama 6 bulan sejak perubahan status IUPK Freeport. Meski begitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan,  menegaskan pemerintah akan tetap mengacu pada Undang-Undang Minerba Tahun 2009 dalam menghadapi permasalahan dengan PT Freeport Indonesia.

Pasal 170 UU Minerba mewajibkan perusahaan tambang membangun fasilitas pemurnian (smelter) paling lambat akhir 2014.


"Semua perjanjian, perikatan di Indonesia itu tentunya harus mengikuti landasannya itu konstitusi. Kan enggak bisa orang bikin perjanjian atau perikatan perdata yang menyimpang dari konstitusi, kecuali tidak diatur dalam konstitusi itu. Di semua resolusi PBB sejak 1961, 1969 ada juga yang mengakui bahwa setiap negara berdaulat itu berhak mengelola sumber alamnya sesuai konstitusi masing-masing," kata Jonan di DPR, Senin (20/2).


Jonan berharap pemerintah dan Freeport bisa mencapai titik temu. Jika nantinya negosiasi ini tetap buntu, dia mempersilakan Freeport untuk membawa masalah ini ke arbitrase internasional. Namun dia juga mengingatkan, Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama.


Sebelumnya, pemerintah sudah meneken persetujuan perubahan status Kontrak Karya Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Jumat(17/2) lalu izin ekspor konsentrat pun kembali diberikan. Namun hari ini, Freeport menyatakan menolak perubahan statusnya itu dan balik memberi kesempatan pada pemerintah untuk mematuhi KK dalam waktu 120 hari. Freeport menganggap perubahan KK ini dilakukan sepihak sementara kepastian investasi yang diminta Freeport belum jelas.

Baca: Freeport Ancam Arbitrase

Pemerintah menurut Jonan sudah menawarkan tiga opsi kepada Freeport. Pertama, patuh dan mengubah status perusahaannya menjadi IUPK.

"Mengikuti ketentuan yang ada sambil berunding tentang stabilisasi investasi. Pertanyaannya stabilisasi ini perlu dirundingkan enggak? Saya bilang perlu."


Opsi kedua adalah merevisi pasal 170 UU Minerva Tahun 2009. Ini dilakukan agar pemberian izin konsentrat tidak melanggar UU. Namun, revisi UU akan memerlukan waktu panjang. Hal ini diamini oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto.


"Walaupun ada di prolegnas tapi mengubah UU kan tidak sekonyong-konyong waktu singkat. Sehingga apa yang ditawarkan pemerintah memang solusi,"ujar Agus.


Opsi terakhir jika Freeport tidak juga setuju dengan perubahan status kontrak itu, Jonan menyarankan agar masalah ini dibawa ke ranah arbitrase.

Gertakan

Menteri Ignasius Jonan, menegaskan gertakan pengurangan karyawan yang dikeluarkan PT Freeport Indonesia tidak akan mempengaruhi sikap pemerintah. Jonan mengatakan Freeport semestinya tidak menggunakan karyawannya sebagai alat menekan pemerintah.

"Perusahaan yang baik adalah menganggap bahwa karyawan adalah aset terpenting. Tidak digunakan untuk keputusan pertama. Layoff itu mestinya keputusan terakhir," kata Jonan di DPR, Senin (20/2).


Freeport berkali-kali menekan pemerintah dengan mengatakan ada potensi pengurangan karyawan. Terakhir, Freeport sudah mem-PHK 25 tenaga kerjanya. Mereka beralasan ini dilakukan karena produksi Freeport yang terus menurun.


Gertakan ini dilakukan karena Freeport merasa tidak mendapatkan kepastian investasi yang dimintanya. Kepastian investasi yang dimaksud adalah syarat yang diajukan Freeport untuk berubah dari Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus(IUPK).


Freeport keberatan dengan skema pajak yang diberlakukan pemerintah. Dalam aturan terbaru, skema penghitungan bea keluar bergantung pada perkembangan pembangunan smelter. Ada empat lapisan yang diatur pemerintah.


Untuk pembangunan smelter di tahap 0-30 persen, BK yang dikenakan sebesar 7,5 persen. Untuk pembangunan 30-50 persen, skema pajak yang ditawarkan sebesar 5 persen. Selebihnya tarif yang ditawarkan semakin rendah seiring dengan pencapaian pembangunan smelter.


Jonan  menegaskan akan tetap berpegang pada aturan yang sudah dikeluarkannya. Ini dilakukan menurutnya agar Freeport dan pemerintah memiliki jalan tengah yang tidak melanggat peraturan perundang-undangan. Sebab jika mengacu pada UU, Freeport semestinya tidak lagi mendapatkan izin ekspor konsentrat sebelum dia menuntaskan kewajibannya membangun smelter.


Editor: Rony Sitanggang

  • PT Freeport Indonesia
  • Menteri Perhubungan Ignasius Jonan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!