BERITA

Skema Baru Gross Split Migas, Ini Untungnya Versi Wamen ESDM

Skema Baru Gross Split Migas, Ini Untungnya Versi Wamen ESDM


KBR, Jakarta- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan skema bagi hasil produksi migas dengan gross split akan memangkas waktu sejak penemuan sumber minyak sampai memproduksi, hingga tiga tahun. Arcandra mengatakan, empat dekade lalu, proses itu bisa berjalan kurang dari lima tahun. Namun, sejak tahun 2000-an, durasinya membengkak hingga 16 tahun.

"Ini kami harapkan, iklim investasi migas di Indonesia bisa meningkat. Waktu yang dibutuhkan dari menemukan cadangan sampai berproduksi pada tahun 1970-an itu bisa kurang dari lima tahun. Tetapi pada tahun 2000-an, itu sekitar 16 tahun. Apa usaha kita mempersingkat waktu itu? Bagi hasil gross split. Kami berharap, dan distudikan, bahwa ada indikasi dan ada harapan waktu yang dibutuhkan itu bisa kita persingkat," kata Arcandra di kantornya, Jumat (20/01/17).


Arcandra mengatakan, skema bagi hasil gross split akan membuat kerja pemerintah dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) lebih efisien. Alasannya, bagi hasil itu berdasarkan pendapatan kotor atau gross, sehingga pemerintah dibebaskan dari kewajiban menanggung biaya produksinya. Dalam skema itu pula, KKKS semakin dibebaskan dalam mengelola biaya produksinya. Meski begitu, setiap proses produksi itu tetap harus dilaporkan pada SKK Migas.


Selain itu, kata Arcandra, risiko bisnis dalam skema bagi hasil gross split juga dapat dimitigasi dengan insentif bagi hasil. Kata dia, pemerintah tetap memiliki panduan pemberian insentif dan disinsentif, misalnya soal komponen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), kedalaman sumur, kandungan karbon dioksida, serta status blok.

Penerimaan Negara

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan skema bagi hasil produksi migas dengan gross split akan menguntungkan bagi negara. Arcandra mengatakan, skema bagi hasil gross split akan membuat penerimaan negara bukan pajak dari sektor migas bakal stabil.

Kata Arcandra, kendali dalam kontrak kerja sama itu akan tetap dipegang negara.

"Benefit pemerintah yang pertama, cost recovery, atau eficiency atau uneficiency yang terjadi di KKKS bukan lagi menjadi komponen yang mempengaruhi APBN kita. Nantinya, dengan gross split ini, pendapatan kita sudah pasti, dari gross. Apakah nanti cost yang dibutuhkan oleh KKKS itu apakah itu 10, 20, atau 100, itu adalah urusan KKKS," kata Arcandra.

Arcandra mengatakan, besaran bagi hasil minyak yang didapat pemerintah adalah 57 persen, sedangkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebesar 43 persen. Adapun pada bagi hasil gas untuk pemerintah sebesar 52 persen dan KKKS 48 persen. Komposisi itu merupakan hitungan dari pendapatan kotor atau gross.

Arcandra berujar, komposisi itu memang lebih rendah apabila dibandingkan dengan skema pengembalian biaya operasi migas (cost recovery). Pada skema itu, pemerintah mendapatkan bagi hasil yang lebih besar, yakni 85 persen untuk minyak dan 70 persen untuk gas. Namun, pada skema ini, persentase itu dihitung dari pendapatan bersih, sehingga pemerintah turut menanggung biaya produksinya, dan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahunnya.

Sebelumnya Pemerintah memperpanjang pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ) kepada anak perusahaan PT Pertamina Persero, Pertamina Hulu Energi (PHE) 20 tahun kedepan. Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan skema yang akan diterapkan adalah skema kontrak bagi hasil Gross Split.

Skema ini kata Jonan lebih efisien karena biaya operasional ditanggung kontraktor, sehingga tidak membebani APBN.

"Kita menugaskan PT Pertamina Persero yang dikelola anak usahanya PT pertamina hulu energi. Dengan persyaratan produksi tidak boleh menurun. (Apakah skema ini akan merugikan negara?) Saya kira tidak karena biaya dikeluarkan menjadi tanggung jawab kontraktor, sehingga tidak membebani APBN," ujar Jonan di Gedung KemenESDM, Rabu (18/1/2017)


Jonan menambahkan, kontraktor bisa memilih skema gross split atau skema cost recovery, jika kontrak yang dilakukan merupakan perpanjangan dari kontrak sebelumnya yang menggunakan cost recovery.


"Sebenarnya skema gross split itu kalo perpanjangan itu kontraktornya atau K3S-nya itu dapat memilih mau Production Sharing Contract model Cost Recovery seperti sekarang atau Production Sharing Contract yang menggunakan skema gross split," ungkap Jonan.


Editor: Rony Sitanggang

 

  • gross split
  • Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!