BERITA

Ada Apa dengan Gajah? Ini Kata Nicholas Saputra

"10 tahun belakangan Nicholas Saputra berinteraksi dengan Gajah Sumatera di Tangkahan, Sumatera Utara"

Aika Renata

Ada Apa dengan Gajah? Ini Kata Nicholas Saputra


"Pecahkan saja gelasnya biar ramai,

biar mengaduh sampai gaduh,

Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih,

Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera

Atau aku harus lari ke hutan lalu belok ke pantai?"


Itu sepenggal puisi "Tentang Seseorang" yang sangat fenomenal dibawakan oleh Rangga (Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian Sastrowardoyo) dalam Ada Apa Dengan Cinta (AADC). Bagaimana mungkin kita lupa?


Pada kenyataannya, aktor Nicholas Saputra pemeran Rangga, benar-benar menemukan cinta-nya di hutan Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Sumatera Utara. Namun kali ini hatinya berlabuh pada mamalia besar nan ramah, yaitu Gajah Sumatera. 


Dalam Ruang Publik pada Senin (04/07) pagi, Nico, begitu ia biasa disapa, bercerita tentang kondisi gajah-gajah di Tangkahan, lokasi konservasi gajah yang sudah 10 tahun belakangan ia dampingi.

"Gajah-gajah di sana kebanyakan gajah yang mengalami konflik dengan manusia. Mereka ditangkap karena merusak perkampungan, kebun. Kemudian dijinakkan, gajah-gajah ini yang nantinya menjadi garda depan penghubung antara masyarakat dengan gajah liar. Tugasnya menjaga kampung," ujar Nico.

"Sekarang ada 7 ekor gajah disana (Tangkahan). Sempat lahir 3 bayi lalu meninggal ketiganya. Sekarang masih ada3 lagi yang masih bayi. Ada masalah lagi disana," lanjutnya.

 

Masalah yang ia maksud adalah virus Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV) yang terdiagnosa muncul sejak 1995. Penyakit ini menyerang bayi gajah usia satu hingga sepuluh tahun.

Kata Nico, hingga kini belum ada hasil dari penelitian atas virus tersebut. Ini jadi ancaman serius populasi gajah di Indonesia yang kini tersisa sekira 1500 ekor. Selain tentunya ancaman lain seperti degradasi tutupan hutan yang mengakibatkan gajah kehilangan habitatnya. 

"Populasi gajah ini terancam. Karena pengaruh alih fungsi hutan, berakibat konflik dengan manusia. Kemudian perburuan gajah untuk diambil gadingnya itu masih banyak. Dan yang ketiga adalah herpes virus (EEHV) itu", pungkas Nico.



 

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap upaya pelestarian Gajah, Nico dan produser film, Amanda (Mandy) Marahimin berkolaborasi dengan Uni Eropa merilis film dokumenter "Save Our Forest Giants" pada 20 Juni 2016. 

Programme Manager for Climate Change, Food Security and Disaster Management Kedutaan Besar Uni Eropa, Muamar Vebry mengatakan kampanye melalui film pendek tentang upaya konservasi gajah ini diharapkan bisa lebih efektif dan menjangkau semua kalangan, khususnya generasi muda.

"Sebagian besar kita mungkin belum pernah lihat gajah kecuali di kebun binatang. Lewat film, kami ingin tunjukkan betapa rentannya mereka. Lewat media film, kita bisa tampilkan kondisi nyatanya secara visual," kata Vebry.

Kondisi saat ini, lanjut Vebry, bisa terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat. Gajah, kata dia, dianggap seperti hama. Padahal karena habitat dan hutan sebagai ruang jelajah gajah terganggu. Sementara itu Mandy Marahimin menyatakan alasannya kenapa sangat tertarik turut memproduseri film dokumenter untuk pertama kalinya ini. Lain dari film-film sebelumnya semisal Gie (2005), The Year of Living Vicariously (2005), dan 3 hari untuk selamanya (2007). 


Dengan antusias Mandy berujar, "Secara visual, gajah ketika ditangkap kamera, keagungannya muncul. Saya ingin lihat Tangkahan yang katanya Nico indah. Sampai disana, semua terjawab," ujar Mandy.


Gajah Sumatera merupakan ‘spesies payung’ bagi habitatnya dan mewakili keragaman hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup. Artinya memastikan kelangsungan hidup satwa besar ini bisa membantu mempertahankan keragaman hayati dan ekosistemnya. Ujungnya adalah menyelamatkan berbagai spesies lain, termasuk manusia. 


Gajah Sumatera (Elephas maximus) termasuk satwa terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam punah yang dikeluarkan oleh Lembaga Konservasi Dunia – IUCN. 


Sejak dirilis, "Save Our Forest Giants" menerima respon yang cukup baik. Film dokumenter itu dibuat dalam dua versi, yaitu versi pendek dan panjang. Hingga hari ini, untuk versi pendek saja sudah dilihat oleh lebih dari 12 ribu penonton.  Selengkapnya bisa dilihat melalui http://bit.ly/29YQd9n  (Mlk)

Ruang Publik bisa Anda simak setiap Senin hingga Jumat pukul 9 WIB di 100 radio jaringan KBR di kota Anda atau melalui streaming di kbr.id dan zeemi.tv: KBR

  • ruang publik
  • Ruang Publik KBR
  • Nicholas Saputra
  • gajah sumatera
  • Mandy Marahimin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!