INTERMEZZO

Anak Anda sering overacting? Ini sebabnya!

"Anda pernah melihat anak yang overacting atau bertingkah laku yang berlebihan ? Waspadalah, bisa jadi anak Anda depresi. "

Anak Anda sering overacting? Ini sebabnya!
Ilustrasi (Antara)

Anda pernah melihat anak yang overacting atau bertingkah laku yang berlebihan ? Waspadalah, bisa jadi anak Anda depresi. Menurut  Psikolog Lucy Santioso , salah satu ciri anak yang mengalami depresi adalah overacting. Hal ini dilakukan  anak sebagai cara untuk meminta perhatian orang tuanya.

“Anak yang overacting, atau yang sering dibilang bandel, seperti suka mem-bully temannya, sebenarnya dia minta perhatian. Atau, jika anak berbuat salah atau nakal, lantas ia merasa tidak nyaman kalau tak dipukuli orang tuanya, itu berarti anak sudah depresi,” ujarnya saat berbincang bersama KBR pada program Klinik KBR, Selasa (24/3).

Namun, overacting, kata Lucy, berbeda dengan hiperaktif. Kalau hiperaktif, bukan semata mencari perhatian, tapi memang anak tak bisa diam.

Selain over acting, anak yang sering murung, menyendiri, tidak mau makan, jika ditanya tak menjawab, juga menjadi salah satu ciri depresi.

Lucy menjelaskan, depresi adalah gangguan jiwa yang dialami oleh seseorang karena faktor stress yang terlalu tinggi, hingga ambang stressnya tak mampu ditangani lagi. Stress, bisa terjadi sejak masih dalam kandungan karena pengaruh si ibu yang juga mengalami stress. Nah, depresi  pada anak bisa memuncak lagi saat ia sudah bisa berkomunikasi dan mendapat perlakuan negatif dari orang disekitarnya.

Ia mencontohkan, depresi pada anak atau bayi, bisa dilihat dari tangisan anak yang  meraung-raung secara tak wajar selama beberapa jam tanpa sebab. Misalnya, saat pindah rumah dan luas rumah lebih kecil dari sebelumnya, bisa juga memicu depresi anak, karena ruang anak jadi terbatas.

Bahkan Kata Lucy jika anak terlalu pendiam dan asik sendiri dengan gadget atau games, orang tua juga masih perlu mencari tahu sebabnya.

“Kalau anak kecanduan games, belum tentu karena senang  dengan games, tapi bisa jadi itu adalah proses pelarian dari orang tua. Anak yang kurang kasih sayang, dibedakan dengan saudaranya, dibentak, bisa juga  sebabkan depresi, “ tambahnya.

Lucy mengatakan anak bisa saja kehilangan sosok seorang ibu, jika ibunya jarang di rumah. Untuk itu, Lucy menyarankan untuk ibu yang bekerja harus memberikan pelukan yang lebih pada anaknya, untuk mengobati kesedihan dan menambal waktu yang hilang saat ibu tidak berada dirumah.

"Begitu anak terlihat  ada perubahan prilaku, harus diwaspadai dan dicari tau penyebabnya, sebelum perubahan prilaku tadi semakin menjadi. Karena setiap orang tua tentulah tidak ingin anaknya gagal tumbuh karena depresi. Apalagi, depresi  bisa membuat anak bunuh diri", jelasnya.

Meski begitu Lucy mengingatkan mengasuh anak bukan berarti seratus persen memanjakannya. Anak juga harus tahu jika ada perbuatannya yang salah dan perlu mendapat hukuman agar dia tak mengulanginya. Kata Lucy, menghukum  anak sekali-kali dengan cara memukul dibolehkan untuk mendidiknya. Tapi, memukulnya harus di tempat daging yang tebal, seperti pada bagian paha atau pantat, agar tak terlalu sakit. Selain itu, saat memukul anak, jangan pada kondisi orang tua sedang marah, agar energi emosi tidak tertransfer ke anak.

Lantas bagaimana mengobati anak yang sudah terlanjur mengalami depresi?

Menurut Lucy, obat yang paling bagus adalah kehadiran orang tua dan upaya pendekatan dari orang tua. Dengan catatan, orang tua tersebut bukan sumber masalah sianak. Jika orang tua tak dekat atau menjadi masalah bagi anak, maka anak akan menolak. Kalau sudah begitu, harus dicari mediator atau orang ketiga untuk menghubungkan antara orang tua dan anak.

“Penyembuhan depresi, lebih cepat dengan orang tua, dibanding dengan psikolog. Karena orang tua adalah terapis yang paling baik . Kalau anak depresi dan dibawa ke psikolog, biasanya psikolog akan memberikan pendekatan hati dengan anak dan diberi obat penenang.”

“Agar anak tidak depresi, komunikasi dan bahasa cinta pada anak  harus dipenuhi. Misalnya menemani anak saat bermain, bukan ditongkrongi saat belajar. Dua menit cukup untuk memberikan perhatian kepada anak, yang penting kualitas, bukan kuantitas,” pungkas Lucy.

Editor: Malika 

  • anak depresi
  • penyembuhan depresi
  • psikolog
  • lucy santioso
  • klinik kbr

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!