HEADLINE

Dakwaan Dibacakan, Setnov Terancam Penjara Seumur Hidup

Dakwaan Dibacakan, Setnov Terancam Penjara Seumur Hidup

KBR, Jakarta- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa bekas Ketua DPR  Setya Novanto melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan KTP berbasis elektronik dengan nilai proyek sebesar Rp 5,9 Triliun lebih. Akibatnya kata Jaksa KPK, Irene Putri, Setya Novanto diduga memperkaya dirinya sendiri, orang lain, dan perusahaan yang di antaranya adalah beberapa orang anggota DPR, beberapa pejabat Kementerian Dalam Negeri dan pengusaha berikut perusahaannya.

Kata dia, Setya Novanto sudah mengatur perbuatan jahat pada proyek ini mulai dari  proses penganggaran hingga pengadaan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun lebih.


"Bahwa terdakwa Setya Novanto selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014 yang juga selaku Ketua Fraksi Partai Golkar melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Terdakwa dan memperkaya orang lain yakni Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Gamawan Fauzi, Dian Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan beserta 6 (enam) orang anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa, Johannes Marliern, Miryam S. Haryani, Markus Nani, Ade Komarudin, M. Jafar Hapsah, beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009 s/d 2014," ucapnya saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12) petang.

red


Kata dia, Ketua Umum Partai Golkar Nonaktif itu juga diduga secara langsung atau tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.  Pada Februari 2010, Setya Novanto menginstruksikan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, selaku penyedia barang dan jasa, menemui Ketua Komisi II DPR Burhanuddin Napitupulu.


Dalam pertemuan itu, mereka membuat kesepakatan bahwa Andi akan menjadi pihak yang menyediakan fee bagi anggota DPR dengan tujuan untuk memperlancar persetujuan anggaran.


"Yang melakukan atau yang turut serta melakukan, secara melawan hukum yaitu terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket pekerjaan Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara Nasional (KTP Elektronik)," ucapnya.


Dia menambahkan, sejak awal proyek e-KTP telah diatur untuk menggunakan anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar pencairan anggaran membutuhkan persetujuan DPR RI.


Kata dia, Setya Novanto juga didakwa menerima uang dalam proyek ini dengan total USD 7,3 juta. Perinciannya kata dia, Novanto menerima uang melalui bekas bos Gunung Agung, Made Oka Masagung sebesar USD 3,8 juta dan uang yang diterima melalui keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada 19 Januari 2012 dengan jumlah USD 3,5 juta.

red


Manurut dia, pemberian uang ini dilakukan Johannes Marliem dan Anang Sugiana Sudihardjo dengan mengirimkan uang kepada Novanto yang terlebih dulu disamarkan menggunakan beberapa nomor rekening perusahaan dan tempat penukaran uang di dalam dan luar negeri.


"Selain membuat kesepakatan dengan Burhanudin Napitupulu, Andi Agustinus alias Andi Narogong yang memiliki kedekatan dengan Terdakwa, mengajak Irman untuk menemui Terdakwa selaku Anggota DPR RI yang juga selaku Ketua Fraksi Partai Golkar karena Terdakwa selaku Ketua Fraksi Golkar dipandang sebagai kunci keberhasilan anggaran Pekeriaan Penerapan KTP Elektronik. Atas ajakan tersebut, Irman menyetujuinya," tambahnya.


Praperadilan


Hakim tunggal sidang gugatan praperadilan Setya Novanto  melanjutkan sidang hingga Kamis (14/12) besok. Hakim Kusno  meminta Novanto dan KPK besok menyerangkan kesimpulan.

"Jadi untuk mengajukan kesimpulan, saya konsisten saya minta jam 9 pagi simpulan sudah diserahkan. Mudah-mudahan jam 2 sudah dibacakan putusannya," ujar Kusno saat persidangan, Rabu (13/12).

Menanggapi itu, Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi  berharap  hakim  mengikuti ketentuan yang diatur dalam pasal 82 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

"Dalam kesimpulan kami akan cantumkan juga yang pertama jawaban kami di sidang hari kedua, bukti surat dan dokumen, hal yang disampaikan ahli kami, dan fakta bahwa perkara pokok telah disidangkan pada hari ini tadi di pengadilan Tipikor jam 10.10 menit di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, itu salah satu yang kami sampaikan. Tentunya kita cantumkan juga tentang Pasal 82 ayat 1 huruf j," ujar Setiadi usai persidangan.

Sementara itu, Ketut Mulya Arsana,  kuasa hukum Novanto menyatakan  senang dan mengapresiasi langkah hakim Kusno untuk tetap menggelar sidang praperadilan hingga tuntas.


"Ini menunjukan bahwa semua proses secara profesional telah dilalui dengan baik. Kalaupun apapun putusannya semuanya kan harus menghormati. Karena semua proses telah berjalan dengan baik. Karena inilah putusan akhirnya. Malah kalau dalam posisi putusan hari ini, kami malah akan keberatan. Tapi ini sampai akhir," ungkap Ketut usai persidangan, Rabu (13 / 12 / 2017).

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka Setya Novanto otomatis gugur digelarnya sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu(13/12). Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan berdasarkan putusan MK tahun 2016, hak mengajukan praperadilan gugur begitu sidang pokok perkara dimulai.

"Permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan mulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama pemohon praperadilan. Ini sudah ditegaskan. Sebetulnya sudah jelas, sudah tidak perlu tafsir ulang lagi," jelas Fajar saat dihubungi KBR, Rabu(13/12).


Perihal syarat gugurnya praperadilan ini sempat menimbulkan polemik. Kubu Setya Novanto bersikukuh menyatakan pokok perkara belum diperiksa di persidangan selama dakwaan belum dibacakan. Namun hal itu dibantah Fajar. Menurut dia, tafsir MK Nomor 125 Tahun 2015 itu sudah cukup mempertegas pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP.


"Mestinya hakim praperadilan jelas terkait adanya ketentuan pasal 82 KUHAP itu. Mestinya mereka taat, ambil sikap kalau gugur itu seperti apa." 

Kedua sidang yang berlangsung di hari yang sama itu mendapat pengawasan Komisi Yudisial. Kepala Bidang Pengawas Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus mengatakan, pemantauan itu lantaran kasus dugaan korupsi KTP elektronik yang melibatkan Novanto mendapat perhatian publik, termasuk soal hakim yang memimpin persidangan.

Jaja mengatakan,   belum ada laporan soal indikasi pelanggaran etik oleh hakim tunggal Kusno.

"Tim KY memantau di praperadilan dan juga di kasus Tipikornya. Hakim kan memimpin jalannya persidangan, mengatur supaya jalannya tertib. Mana saksi yang diterima, mana yang tidak diterima, mana saksi yang diperiksa, dan mana yang tidak akan diperiksa," kata Jaja kepada KBR, Rabu (13/12).


Jaja mengatakan, KY telah menunjuk tim dari bidang pengawas hakim untuk memantau sidang praperadilan Novanto sejak Senin lalu. Sepanjang pemantauan itu, kata Jaja, tim tak menjumpai keanehan dalam sikap hakim tunggal Kusno saat memimpin persidangan.

Menurut Jaja, hal serupa juga terjadi pada sidang pokok perkara di pengadilan Tipikor yang dimulai hari ini.  KY akan memastikan tak ada pelanggaran etik yang dilakukan para hakim, baik di sidang praperadilan maupun pokok perkara Novanto.

Editor: Rony Sitanggang

  • praperadilan setya novanto
  • Setnov melawan
  • Manuver Setnov

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!