BERITA

Diperiksa KPK 7,5 Jam, Setnov Bantah Terlibat Korupsi e-KTP

"Sewaktu kasus itu terjadi, Setnov menjabat sebagai ketua fraksi Golkar."

Randyka Wijaya

Diperiksa KPK 7,5 Jam, Setnov Bantah Terlibat Korupsi e-KTP
Ketua DPR Setya Novanto meninggalkan Gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Selasa (13/12). (Foto: Antara)


KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Ketua DPR, Setya Novanto sebagai saksi dalam dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012 selama 7,5 jam. Ketua Umum Partai Golkar itu menyatakan, saat pembahasan anggaran proyek e-KTP, ia menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar sekaligus Bendahara Umum Partai Golkar.

Setya Novanto juga membantah memberikan uang ke sejumlah anggota Komisi II DPR terkait proyek ini.


"Ah nggak benar itu, nggak benar itu,"pungkasnya.


Setya Novanto juga menolak berkomentar soal tudingan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin bahwa ia turut menikmati uang hasil korupsi e-KTP.


Sebelumnya, Nazarudin menyebut Setya Novanto dan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menerima aliran uang e-KTP. Saat pembahasan anggaran proyek, Setya Novanto menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar sekaligus Bendahara Umum Partai Golkar.


KPK telah menetapkan pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Sugiharto sebagai tersangka korupsi e-KTP. Saat proyek itu digelar, Irman menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, sedangkan Sugiharto menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan.


Dua orang itu disangka bersama-sama menggelembungkan harga proyek pengadaan e-KTP. Menurut KPK, korupsi e-KTP diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun, dengan total nilai proyek Rp 6 triliun.

Editor: Dimas Rizky 

  • e-KTP
  • pemeriksaan Setya Novanto di KPK
  • KPK periksa Setya Novanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!