NASIONAL

Wawancara Ananda Sukarlan: Soal Walkout, Anies Baswedan dan Boikot Traveloka

Wawancara Ananda Sukarlan: Soal Walkout, Anies Baswedan dan Boikot Traveloka

KBR, Jakarta - Pianis dan komponis Ananda Sukarlan tak habis-habisnya dicerca sejumlah kalangan lantaran melakukan aksi protes dengan cara meninggalkan acara atau walk out, kala Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pidato dalam perayaan 90 Tahun berdirinya Kolese Kanisius, Jakarta, Sabtu (11/11/2017) lalu.

Di media sosial Twitter, ramai perdebatan antara yang mendukung sikapnya dan yang mengolok-olok. Musikus dan politikus Erros Djarot pun sampai angkat bicara, menyayangkan sikap Ananda Sukarlan. Bahkan beredar pula tulisan yang mengatasnamakan rohaniwan Frans Magnis Suseno di media sosial---meski tidak ada konfirmasi dari Romo Frans-Magnis apakah itu benar-benar tulisannya.

Ananda diundang hadir dalam gelaran itu karena mendapat Penghargaan Kanisius bersama empat alumnus Kolese Kanisius lainnya yang duduk di kursi VIP. Aksi WO-nya menarik perhatian tamu lain, bahkan sempat diikuti beberapa alumnus lainnya.

Jurnalis KBR, Asrul Dwi mewawancarai Ananda Sukarlan dan berbincang mengapa dia memilih keluar dari ruangan saat Anies Baswedan pidato.

Kenapa Anda memilih walk out saat Gubernur Anies Baswedan pidato?

Saya memang dari dulu nggak setuju cara Anies Baswedan, selama kampanye Pilkada DKI Jakarta. Juga apa yang dia lakukan selama tiga pekan ini, dimana apa saja yang sudah dilakukan Gubernur DKI sebelumnya, Ahok, dimentahkan. Jadi memang saya bukan pemilih dia. Lalu saya walk out karena saya enggak pengen dengar pidatonya lebih lanjut aja.

Anda sempat bilang integritas Anies Baswedan yang diragukan. Apa maksudnya?

Saya diajarkan orangtua dan sekolah saya tentang nilai-nilai perbedaan. Dari SD sampai SMA, saya belajar di sekolah Katolik. Sementara saya sendiri Islam. Itu tidak ada masalah dan enggak dibesar-besarin. Teman-teman baik saya juga dari suku manapun dan agama apapun. Itu tidak jadi alasan untuk memecah belah. Dan, seperti pidato saya, kita itu membuat perbedaan bersama agar menjadi lebih baik. Bukan untuk memecah belah.

Apa Anda melihat Anies Baswedan masih melakukan itu?

Ya Anda dengarkan saja pidato dia saat jadi gubernur.

(Pada saat pelantikan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Senin, 16 Oktober 2017, Anies Baswedan menyampaikan pidato, dimana salah satu isinya menyinggung soal pribumi. "Jakarta adalah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya penjajah dalam kehidupan sehari-hari selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituluskan dalam pepatah Madura, “Itik se atellor, ajam se ngeremmi.” Itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan, kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme.")

Anda dibilang gagal move on pasca pemilihan gubernur baru Jakarta. Tanggapan Anda?

Ya, saya sudah move-on, makanya saya enggak mau dengar pidato dia. Mau apa lagi? Dia sudah dipilih secara demokratis dan saya menerima dia sebagai gubernur. Tapi kalau saya harus mendengar pidatonya, jujur saya agak malas.

Di sosial media jadi ramai lagi seteru tentang pilkada DKI Jakarta. Apalagi sudah ada polarisasi di masyarakat. Apa tidak memperkeruh suasana?

Memang. Tapi yang memperkeruh bukan saya kok. Artinya, ada yang mulai dengan membuat website bahwa saya Kristen, segala macam. Saya sudah unggah di Instagram saya tentang bagaimana caranya memfitnah. Kalau mau fitnah saya, jangan bilang saya Kristen, bilang aja Katolik. Karena Kanisius itu sekolah Katolik. Jadi kalau mau fitnah, research-nya harus lebih benar. Itu mereka dalam gelombang.

Lalu saya pernah bikin lelucon di Twitter dalam bahasa Inggris. Isinya gini: Hey I'm guy and I'm fall in love with that guy in front of me. And then I realize, its a mirror. Dan itu di-retweet oleh mereka ratusan kali. Saya lalu dikira homo. Jadi gini deh, sekarang ada google translete sebelum memfitnah terjemahkan dulu.

Romo Frans Magnis kabarnya ikut berkomentar dan menyatakan tidak setuju dengan sikap anda. Komentar Anda?

Itu mesti klarifikasi ke beliau (tentang tulisan di media sosial). Karena Romo Magnis datang cuma sebentar dan dia lagi sakit. Enggak bisa diganggu juga dalam hal ini. Waktu itu beliau sudah berbaik hati untuk datang menerima penghargaan. Jadi agak susah untuk klarifikasi.

Belakangan muncul seruan untuk memboikot aplikasi Traveloka karena CEO-nya mendukung sikap Anda.

CEO Traveloka itu enggak ada di sana. Kalau mau memboikot Traveloka, harus download dulu aplikasinya. Susah boikot, kalau enggak ada aplikasinya. Tapi saya enggak tahu gimana cara mereka memboikotnya. Asal jangan banting handphone saja.

Ada berapa yang ikut aksi walk-out saat itu?

Seangkatan saya, angkatan 1986.  Lalu kami foto-foto dan langsung diposting di Facebook. Itu kira-kira berapa belas ya. Jadi jangan anggap walk out terus naik motor di dalam hall sambil bawa bendera. Walkout saya sangat sopan, kayak orang ke toilet. Dan saya enggak mau mengganggu orang lain. Jadi saya berdiri, sangat silent, dan berjalan keluar. Cuma kebetulan saya duduk di kursi VIP.

Tapi bagaimana mulanya bisa jadi ramai?

Saya enggak tahu kenapa jadi viral. Memang saya kayaknya ngomong di Facebook, dan jadi viral. Makanya angkatan kami bikin statemen bahwa kami keluar atas inisiatif sendiri. Bukan berkomplot. Juga bukan atas nama Kanisius. Lagi pula saya itu kedudukan saya sama seperti Anies Baswedan atau Romo Magnis, yaitu tamu undangan.

Dalam pidato saya, saya mengkritik panitia penyelenggara. Bukan siapa-siapa lagi.

Editor: Quinnawati Pasaribu

  • ananda sukarlan
  • anies baswedan
  • Pilkada DKI Jakarta
  • Traveloka
  • pribumi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!