OPINI

Tindak Kekerasan di Pulau Pari

Warga Pulau Pari berunjuk rasa tekait konflik lahan dengan perusahaan swasta

Penolakan atas penyegelan wilayah pesisir yang dikelola warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu rencananya akan berlanjut ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia hari ini. Warga Pulau Pari berencana mengadukan kekerasan saat plang segel dipasang di tanah mereka, Senin lalu. 

Penyegelan oleh puluhan polisi, tentara dan Satpol PP ini dihadang warga - laki-laki, perempuan, tua dan muda. Warga menolak penyerobotan lahan oleh sebuah perusahaan swasta yang mengklaim memiliki 90% pulau tersebut dengan mengantongi puluhan sertifikat tanah. Sementara warga, yang sudah puluhan tahun di sana, justru tak punya sertifikat. Di penghujung hari, warga dan polisi dorong-dorongan ketika plang akan dipasang. Belasan warga pun terluka – diinjak, didorong, dipukul, dijambak, dicekik.

Setelah sekian lama, warga Pulau Pari sudah mengadu ke sana ke mari – ke Ombudsman, DPRD, Pemprov Jakarta sampai Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Pengadilan Negeri Jakarta Utara malah menjatuhkan hukuman enam bulan bagi tiga nelayan karena dianggap melakukan pungutan liar kepada wisatawan. Sekarang, harapan diarahkan ke Komnas HAM. Warga akan melaporkan dugaan pelanggaran HAM karena melibatkan TNI dan Satpol PP dalam penyegelan tanah, padahal mereka tak punya wewenang untuk itu.

Undang-undang Pesisir menyebut, masyarakat berhak mengelola pulau-pulau kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengaku heran karena BPN bisa mengeluarkan sertifikat tanah terhadap satu pulau di Pulau Pari. Koalisi Selamatkan Pulau Pari masih akan menempuh jalur banding terhadap putusan PN Jakarta Utara terhadap warga Pulau Pari. Ini saatnya Komnas HAM ikut bertindak – karena tindakan kekerasan untuk kasus apa pun tak bisa dibiarkan.  

  • BPN
  • Pulau Pari
  • koalisi selamatkan Pulau Pari
  • Komnas HAM
  • KKP

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!