RUANG PUBLIK

Hoax: Rokok Genjot Produktifitas dan Kreativitas

Hoax: Rokok Genjot Produktifitas dan Kreativitas

“Kalau tidak merokok, otaknya mampet, tidak bisa berpikir dengan baik. Kata-kata tersebut hanyalah dalih-dalih yang dibuat oleh mereka agar bisa terus merokok dan bekerja,” ujar Dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, Spk J(K) MPN., Psikiater RS Jiwa Soeharto Heerdjan Jakarta. Adhi menegaskan aktivitas merokok sama sekali tidak menumbuhkan kreativitas dan produktivitas. 

Menurutnya apa yang dialami pekerja yang terus ingin merokok, semata-mata karena candu yang masuk ke dalam tubuh. Terdapat dua kelompok besar Narkoba. Yang pertama adalah Illicit yang merupakan narkoba terlarang seperti Putau dan Sabu-sabu. Yang kedua adalah Licid Drugs yaitu minuman keras (alkohol) dan rokok. Rokok itu sendiri mengandung zat adiktif yang menyebabkan orang kecanduan. 

Majalah Lancet, salah satu jurnal kedokteran terbaik di dunia, menempatkan adiksi nikotin itu hanya ranking 3 di bawah heroin dan kokain,” tambahnya. Nikotin dalam dosis rendah membuat orang menjadi tenang. Kemudian setelah dosis meningkat akan menjadi stimulan dan membuat orang yang menkonsumsinya menjadi energik. Inilah yang membuat orang mengatakan bahwa merokok membuat kita bisa berkonsentrasi. Sayangnya bukannya meningkatkan konsentrasi, rokok justru merupakan gerbang ketertarikan orang untuk mencoba jenis obat-obatan terlarang maupun minuman keras.

Besarnya efek candu rokok membuat orang sulit untuk berhenti. Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggolan mengatakan bahwa salah satu cara membuat orang berhenti merokok adalah dengan cara mempermalukannya. “Harus ada yang disentil, diambil poin yang bisa menghentak seorang perokok agar bisa berhenti merokok”. Selain itu, lingkungan yang mendukung juga sangat berpengaruh bagi para perokok untuk berhenti merokok.

Tentang produktivitas, orang merokok justru harus menghabiskan waktu di luar ruang kerja. “Jadi orang malah jadi keluar masuk untuk merokok, berapa waktu yang terbuang,” kata Tari Menayang dari Komnas Pengendalian Tembakau, yang banyak mengamati perilaku perokok di tempat kerja.  

Editor: Paul M Nuh

  • ctfk

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!