BERITA
Masih di Pengungsian, Pemkab Karawang Belum Sediakan Sekolah untuk Anak Petani Telukjambe
""Kalau di tempat pengungsian yang sekarang kan belum menetap, sifatnya masih homeschooling saja,”"
Yudi Rachman
KBR, Jakarta- Pemerintah Kabupaten Karawang, Jawa Barat menyatakan belum bisa menyiapkan pendidikan formal bagi anak-anak petani Telukjambe Barat korban konflik lahan di pengungsian. Menurut Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Syamsuri, pendidikan formal akan diberikan setelah mereka menetap di rumah susun.
Kata dia, selama ini pendidikan hanya diberikan oleh relawan dengan pola home schooling.
"Kalau formilnya belum karena kita ingin mereka menetap dulu supaya mereka tidak berpindah-pindah. Menetapnya kira-kira minggu depan sudah bisa ke Rusunawa. Di Rusunawa sudah dipersiapkan SD yang terdekat seperti apa, SMP yang terdekat seperti apa. Kalau di tempat pengungsian yang sekarang kan belum menetap, sifatnya masih homeschooling saja,” jelas Syamsuri kepada KBR, Jumat (25/11/2016)
Syamsuri memberikan akses perpustakaan daerah yang terletak satu komplek dengan lokasi pengungsian.
"Perpustakaan juga kita buka, kan dekat dengan perpustakaan," katanya
Sebelumnya, Salah satu Satgas Anak KPAI Farid Ari Fandi, mempertanyakan peran dari Pemerintah Daerah Karawang yang selama lebih sepekan tidak memberikan sarana sekolah darurat dan tenaga pendidik bagi anak-anak usia sekolah di lokasi pengungsian. Para pengungsi yang semula mengungsi di Jakarta itu akhirnya mau kembali setelah pemkab mendatangi mereka. Mereka mengungsi ke Jakarta setelah takut pasca bentrok dengan PT. Pertiwi Lestari yang akan mengubah daerah konflik lahan itu menjadi kawasan industri.
Editor: Rony Sitanggang
Editor: Rony Sitanggang
- konflik lahan telukjambe barat karawang
- PT Pertiwi Lestari
- Satgas Anak KPAI Farid Ari Fandi
- Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Syamsuri
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!