HEADLINE

Internal Desak Ketua MA Mundur, Ketua Muda MA: Desakan Itu Keliru

Internal Desak Ketua MA Mundur, Ketua Muda MA: Desakan Itu Keliru
Gedung Mahkamah Agung. (Foto: digilib.pa-purworejo.go.id/Publik Domain)

KBR, Jakarta - Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Pengawasan Hakim Agung Sunarto tidak setuju dengan adanya desakan agar Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali mundur dari jabatannya. 

Desakan mundur disuarakan sejumlah pihak, termasuk oleh salah satu hakim agung MA, Topane Gayus Lumbuun. Desakan itu muncul setelah Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara di Manado, Sudiwardono kena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap. 

Hakim Agung T Gayus Lumbuun menggunakan dasar Maklumat Nomor 01/Maklumat/KMA/DT/IX/2017 tanggal 11 September 2017, yang dikeluarkan Ketua MA Hatta Ali pada September lalu.

Maklumat itu menyebutkan, Mahkamah Agung akan memberhentikan pimpinan Mahkamah Agung atau Pimpinan Badan Peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung, apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.

Namun, Ketua Muda Mahkamah Agung bidang Pengawasan Hakim Agung, Sunarto menilai yang berhak menerima sanksi atas perilaku hakim Sudiwardono adalah atasannya langsung, yaitu direktur jenderal di Mahkamah Agung, bukan Ketua Mahkamah Agung.

"Maklumat tersebut menyebutkan, atasan langsung diberikan sanksi bila tidak melakukan pembinaan dan pengawasan secara memadai sesuai dengan kewenangan yang ada. Atasan langsung dia siapa? Atasan langsungnya adalah Dirjennya," kata Sunarto saat dihubungi KBR melalui sambungan telepon, Minggu (8/10/2017) malam.

Berdasarkan situs Mahkamah Agung, saat ini ada dua jabatan direktur jenderal di Mahkamah Agung, yaitu Dirjen Badan Peradilan Umum yang dipegang Herri Swantoro serta Dirjen Badan Peradilan Agama yang ditempati Abdul Manaf. Informasi yang diperoleh KBR, saat ini MA sedang memeriksa Herri Swantoro. 

Sunarto mengatakan pemeriksaan maupun sanksi bagi Ketua Mahkamah Agung baru bisa dikenakan apabila bawahannya langsung, yaitu Wakil Ketua Mahkamah Agung tersangkut kasus hukum.

"Jadi dalam maklumat tersebut ada frasa 'berjenjang'. Kalau umpama ada Wakil Ketua Mahkamah Agung kena OTT, atau bermasalah, maka Ketua Mahkamah Agung yang diperiksa oleh Pimpinan Mahkamah Agung," kata Sunarto.

Pada Jumat, 6 Oktober 2017 lalu, Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono ditangkap KPK lantaran diduga menerima suap dari Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha. 

KPK menyebut suap itu sekitar Rp633 juta lebih, dalam bentuk pecahan mata uang dolar Singapura itu. Diduga Aditya menyuap Kepala Pengadilan Tinggi untuk mempengaruhi putusan banding terhadap terdakwa korupsi Marlina Moha Siahaan. 

Marlina, ibu Aditya, merupakan Bupati Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2011. Marlina divonis lima tahun penjara di Pengadilan Negeri Manado karena terbukti melakukan korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa sebesar Rp1,25 miliar. 

Marlina mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Manado, dimana Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono adalah ketua majelis hakim yang mengadili kasus Marlina.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/terkini/10-2017/hakim_agung_gayus_minta_ketua_ma_mundur/92823.html">Hakim Agung Gayus Minta Ketua MA Mundur</a> </b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/09-2017/ott_kpk__hakim_dan_panitera_pengganti_pn_bengkulu_langsung_dipecat/92266.html">OTT KPK, Hakim dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Langsung Dipecat</a>  &nbsp;</b><br>
    

Pengawasan buruk

Ketua harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan menilai kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono menunjukkan buruknya pengawasan di sektor peradilan. Padahal, kata Choky, seorang ketua lembaga pengadilan harus bertugas mengawasi kinerja hakim-hakim di bawahnya.

Choky mendesak Mahkamah Agung mengevaluasi kinerja pengawasannya, serta menggandeng Komisi Yudisial (KY) untuk sistem deteksi dini.

"Mahkamah Agung perlu berkolaborasi dengan Komisi Yudisial. Tidak perlu bersitegang dan bersaing. Dengan itu, MA bisa dapat dukungan laporan pengaduan mengenai hakim-hakim yang diduga melanggar kode etiknya," kata Choky, Minggu (8/10/2017).

Choky melihat ada masalah koordinasi antara MA dan KY. Selama ini hubungan antara MA dan KY dinilai belum harmonis. MA belum banyak melibatkan KY dalam proses pengawasan.

Choky menyarankan agar Mahkamah Agung mengevaluasi tuntas kinerja pengawasan untuk memperbaiki integritas para hakim. Kasus suap yang melibatkan Sudiwardono dikhawatirkan akan menciptakan kesan permisif terhadap praktik suap di lembaga peradilan. 

Di sisi lain, kata Choky, pemerintah sudah berupaya menutup pemicu perilaku koruptif dengan memperbaiki kesejahteraan para hakim.

"Rendahnya penghasilan saat ini bukan lagi penyebab. Untuk level hakim, ini bisa dibantah. Di tingkat Pengadilan Tinggi, penghasilan mereka bisa Rp30-40 juta per bulan," kata Choky.

Terkait munculnya desakan agar Ketua MA Hatta Ali mundur, Choky menilai itu tidak menyelesaikan masalah. Ia menilai tugas pengawasan bukan hanya di tangan ketua MA.

"Dalam hal pengawasan, banyak yang berperan. Ada Badan Pengawas, ada Ketua Muda Bidang Pengawasan yang levelnya hakim agung, dan Ketua MA. Kalau mau, lihat secara komprehensif. Evaluasi sistem dan orang-orang yang lakukan fungsi pengawasan itu," kata Choky.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/10-2017/fahri_hamzah_tuding_penyidik_kpk_psikopat/92728.html">Fahri Hamzah Tuding Penyidik KPK Psikopat</a>  &nbsp;</b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/09-2017/hakim_pengadilan_antikorupsi_bengkulu_justru_terima_suap__ma__keterlaluan_/92263.html">Hakim Pengadilan Antikorupsi Bengkulu Justru Terima Suap, MA: Keterlaluan!</a>  &nbsp;</b><br>
    

Editor: Agus Luqman 

  • OTT hakim
  • operasi tangkap tangan hakim
  • KPK tangkap hakim
  • KPK OTT hakim
  • ott kpk
  • Operasi Tangkap Tangan (OTT)
  • operasi tangkap tangan KPK
  • pengawasan hakim MA

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!