HEADLINE

Bahas Senjata, Wiranto Kumpulkan Panglima TNI, Kapolri, BIN, Pindad

Menko Polhukam Wiranto bersama Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Tito Karnavian. (Foto: jpp.g

KBR, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto bakal menggelar rapat koordinasi tingkat menteri membahas tentang impor senjata, pada hari ini Selasa, 3 Oktober 2017. 

Wiranto mengundang Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dan manajemen PT Pindad. 

Wiranto mengatakan ingin menangani persoalan isu senjata secara internal. Ia juga telah memerintahkan kepada semua pihak untuk berhenti berpolemik di publik. 

"Semua saya undang, BIN, Kapolri, Panglima TNI, Menhan, Pindad, Bea Cukai dan sebagainya. Sebab ini bukan masalah sebenarnya, hanya perlu kita koordinasikan yang lebih teliti, lebih jelas dan kita putuskan dalam suatu keputusan yang tidak melanggar undang-undang," kata Wiranto usai sidang kabinet paripurna di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/10/2017).

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu meyakini Panglima TNI Gatot Nurmantyo telah ditegur Presiden Joko Widodo terkait isu impor senjata ilegal. Ia juga meyakini arahan Presiden Jokowi di sidang kabinet paripurna kemarin merupakan respon atas tindakan Gatot. 

"Kalau di luar orang politik segala macam maklumlah. Tapi di dalam lingkaran kabinet tidak boleh. Yang jelas ke depan tidak boleh lagi," kata Ryamizard Ryacudu.

Dalam sidang kabinet paripurna kemarin (2/10), di depan seluruh jajaran kabinet, Presiden Joko Widodo memerintahkan para anak buahnya agar tidak melakukan tindakan atau mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan kegaduhan dan kontroversi. 

Jokowi menekankan posisinya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan serta panglima tertinggi angkatan bersenjata. Jokowi ingin mereka fokus saja pada tugas dan pekerjaan masing-masing. Apabila terdapat persoalan yang muncul antarkementerian/lembaga, Jokowi mewanti-wanti agar hal itu diselesaikan secara internal. 

"Politik harus kondusif. Oleh sebab itu, jangan bertindak dan bertutur kata yang membuat masyarakat khawatir dan bingung," kata Jokowi dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (2/10).

"Semuanya permasalahan antarlembaga, antarkementerian selesaikan secara kondusif, bahas di tingkat Menko. Kalau di tingkat Menko belum selesai dibawa ke Pak Wapres, kalau masih belum selesai bisa ke saya," kata Jokowi.

Panglima TNI Gatot Nurmantyo sebelumnya memantik polemik setelah di depan purnawirawan TNI ia menyebut ada institusi tertentu yang membeli 5,000 pucuk senjata secara ilegal. 

Pernyataan Panglima TNI yang tidak tuntas menyebut nama institusi itu kemudian melebar kemana-mana, sehingga akhirnya berbagai pihak termasuk Menko Polhukam Wiranto mengklarifikasi pernyataan itu. Wiranto menyebut Polri memang membeli senjata dari PT Pindad, untuk Polri dan untuk BIN, sebanyak 500-an pucuk, namun bukan senjata organik standar militer. 

Polri juga menyebut mereka mengimpor senjata peluncur granat (Stand-Alone Grenade Launcher/SAGL) dari Bulgaria sebanyak 280 pucuk, namun bukan senjata mematikan dan hanya digunakan di daerah konflik. 

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/10-2017/sebagai_panglima_tertinggi__jokowi_perintahkan_bawahannya_tak_bikin_gaduh/92721.html">Sebagai Panglima Tertinggi, Jokowi Perintahkan Bawahannya Tak Bikin Gaduh</a>  &nbsp; &nbsp;</b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/10-2017/kompolnas__dua_kali_brimob_impor_senjata_tidak_masalah__mengapa_sekarang_heboh_/92705.html">Kompolnas: Dua Kali Brimob Impor Senjata Tidak Masalah, Mengapa Sekarang Heboh?</a>  &nbsp;</b><br>
    

Editor: Agus Luqman 

  • senjata ilegal
  • pembelian senjata Polri
  • polemik Gatot Nurmantyo
  • kontroversi Gatot Nurmantyo
  • heboh Gatot Nurmantyo
  • kegaduhan politik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!