BERITA

Tax Amnesty, Sri Mulyani: Peserta Masih Rendah

Tax Amnesty, Sri Mulyani: Peserta Masih Rendah



KBR, Jakarta- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat peserta Tax Amnesty masih tergolong rendah meski penerimaan negara mencapai Rp 97 T pada periode pertama. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan untuk DKI Jakarta hanya 6,4 persen Wajib Pajak yang mempunyai Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) menjadi peserta Tax Amnesty.

"Kalau kita lihat dari peserta dibandingkan dengan WP yang sekarang ini sudah punya SPT. Maka sebetulnya peserta tax amnesty itu masih sangat kecil. Untuk DKI dari WP yang punya SPT yaitu sebanyak 2.088.747 WP yang wajib SPT tadi yang telah disebutkan yang berpartisipasi 134.511 WP jadi hanya 6,4 persen saja," kata Sri Mulyani di Gedung Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat (14/10/2016).


Padahal, wajib pajak dari DKI Jakarta adalah peserta terbanyak Tax Amnesty dibandingkan provinsi lainnya. Uang tebusan dari DKI Jakarta juga yang tertinggi, yakni sebesar Rp 51,58 triliun.


Sementara uang tebusan terbanyak kedua berasal dari Jawa non-DKI dengan total tebusan Rp29,03 triliun. Peserta WP dari Jawa non-DKI juga masih tergolong rendah yakni hanya 1,5 persen dari total 9.358.569 WP Wajib SPT.


Sri Mulyani menambahkan jumlah WP yang dapat memanfaatkan program Tax Amnesty masih sangat banyak.


"Dan ini yang akan menjadi fokus kita di tahap kedua dan tahap ketiga nanti," ujar Sri Mulyani.


Kata dia, kementerian masih akan menyasar WP dengan jumlah kekayaan melimpah atau WP Prominent.

Strategi program Tax Amnesty pada periode kedua dan ketiga akan difokuskan dengan pendekatan kepada kelompok pengusaha atau profesi. Kementerian juga bakal memberikan apresiasi kepada kelompok pengusaha atau profesi yang mendorong anggotanya untuk mengikuti Tax Amnesty.


Editor: Rony Sitanggang

  • tax amnesty
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • pajak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!