HEADLINE

Paket Kebijakan Hukum, KPK Desak RUU Perampasan Aset Disahkan

Paket Kebijakan Hukum, KPK Desak RUU Perampasan Aset Disahkan


KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana segera disahkan. Wakil Ketua KPK Laode Syarif mengatakan pengesahan aturan itu akan membantu pekerjaan para penegak hukum.

Laode menyampaikan itu terkait rencana Presiden Jokowi membuat   paket kebijakan hukum.

"Kami dimintai pendapat dari pemerintah tentang paket kebijakan hukum ini. Ada beberapa hal khusus yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi kami ingin tadi seperti dikemukakan, RUU Perampasan Aset itu yang sudah di DPR bisa segera diselesaikan karena itu akan sangat membantu kerja Polisi, Jaksa, KPK termasuk PPATK," kata Laode Syarif di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (06/10/2016).

Selain itu, kata Syarif, jika aturan itu segera disahkan maka koruptor yang memiliki aset namun bukan atas nama dia, bisa dirampas untuk negara. Sedangkan bagi seseorang yang tidak bisa menjelaskan asal-usul hartanya, bisa dianggap bagian dari harta negara.


"Nanti akan diperjelas. Sebenarnya RUU ini sudah lama tapi belum pernah masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Karena itu kami upayakan sampaikan ke presiden bahwa tentang perampasan aset ini penting bukan hanya untuk KPK tapi Polisi, Kejaksaan dan PPATK," ujar Syarif.


RUU itu akan memberikan kewenangan tambahan bagi penegak hukum dalam mengusut kasus korupsi dan praktik pencucian uang. Namun, saat ini, RUU tersebut masih menuai perdebatan soal lembaga mana yang mempunyai wewenang mekukan penelusuruan dan penyitaan.


Latar belakang dirumuskannya RUU Perampasan Aset antara lain, Indonesia belum mempunyai ketentuan khusus mengubah aset dalam bentuk uang sebelum keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. RUU itu juga akan mengatur soal penelusuran, pemblokiran dan pengelolaan aset sitaan.


DPR Menanti

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunggu pemerintahan Joko Widodo dalam membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana. Anggota Komisi Hukum DPR, Asrul Sani mengatakan RUU tersebut merupakan usulan dari pemerintah.

"Siap kita. Gini itu kan RUU usulan dari pemerintah tentu kalo kita yang di DPR akan ngingetin, eh ini kan RUU lo yang ngusulin, lo dong yang dorong. Kita setuju. Kalo etikanya kan harus begitu. Kan kalau cuma menyita, membekukan itu kan percuma juga, mangkrak itu aset. Yang penting itu bisa di cash-kan, bisa diuangkan sehingga bisa memaksimalkan kerugian itu," kata Asrul Sani di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Kamis (06/10/2016).


Sekretaris Jenderal PPP itu menuturkan salah satu tujuan RUU Perampasan Aset untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara. Asrul memberikan contoh, mobil tersangka korupsi yang mangkrak tak digunakan selama proses hukum. Apabila harus menunggu perkara korupsi sampai berkekuatan hukum tetap maka akan menurunkan harga jual mobil tersebut.


"Kalau ada peristiwa korupsi asetnya si tersangka itu disita. Kemudian proses hukumnya berjalan baru bisa dilelang itu setelah putusan inkrah, itu kan bisa makan waktu 2-3 tahun. Mobilnya Wawan yang harganya miliaran itu barangkali tiga tahun ketika itu tinggal ratusan juta kan," imbuh Asrul.


Kata dia, uang hasil lelang aset bisa disimpan di bank. Apabila tersangka korupsi terbukti tidak bersalah di persidangan maka akan terdapat formula untuk ganti rugi. Ia berujar fraksi PPP siap mendukung pembahasan RUU tersebut.


Editor: Rony Sitanggang

  • RUU Perampasan Aset
  • Wakil Ketua KPK Laode Syarif
  • Anggota Komisi Hukum DPR
  • Asrul Sani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!