HEADLINE

Kemenag: Stop 'Postingan' Memecah Belah soal Terjemahan Almaidah 51

Kemenag: Stop 'Postingan' Memecah Belah soal Terjemahan Almaidah 51



KBR, Jakarta - Kementerian Agama meminta masyarakat berhenti menyebarluaskan isu yang bersifat memecah belah umat, terutama terkait terjemahan Alquran Surat Almaidah 51.

Hal itu disampaikan Pejabat pengganti sementara (Pgs) Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran di Kementerian Agama Muchlis Hanafi, terkait beredarnya postingan di internet maupun media sosial yang isinya soal terjemahan kata awliya dalam Surat Almaidah ayat 51.


Postingan-postingan itu menyebut ada penyuntingan terjemahan Alquran dari semula awliya yang artinya pemimpin menjadi 'teman setia'.


"Saya kira hentikanlah upaya memecah belah dan membingungkan masyarakat dengan postingan-postingan seperti itu. Itu masalah khilafiyah. Tidak semua masyarakat kita siap menerima perbedaan semacam itu. Itu ranah para ulama untuk membicarakannya," kata Muchlis Hanafi lewat sambungan telepon kepada KBR, Minggu (23/10/2016).


Muchlis Hanafi mengatakan terjemahan ayat-ayat Alquran hampir sama dengan tafsir Alquran yang mengandung ragam pemahaman. Ia menekankan kepada masyarakat agar bisa menerima keragaman tafsir dan terjemahan.


"Itu poinnya. Termasuk pada kata awliya. Kita tahu, para ulama berdebat dan beda pendapat soal itu. Dan itu sudah sejak lama. Dalam terjemahan kita (Kementerian Agama) itu pun begitu sangat dinamis, sering berganti antara satu edisi dengan lainnya," kata Muchlis Hanafi.


Muchlis Hanafi meminta masyarakat tidak mengaitkan terjemahan Alquran surat Almaidah ayat 51 dengan hiruk pikuk pilkada saat ini.


"Saya tidak ada urusan dengan politik. Kementerian Agama juga tidak ada urusan dengan politik yang tengah mengemuka di masyarakat. Kita hanya menjelaskan posisi terjemahan ayat-ayat yang memang disangkut-pautkan dengan persoalan politik. Politik itu ranahnya berbeda, pemahaman atau penerjemahan ayat itu ranahnya juga berbeda. Kemenag dalam hal ini posisinya pada menjelaskan soal pemahaman kata awliya dalam Alquran," lanjut Muchlis Hanafi.


Muchlis Hanafi menjelaskan pada Alquran dan Terjemah edisi revisi tahun 1990-an, khusus pada Almaidah 51, kata awliya berarti pemimpin. Setelah itu, pada tahun 1998-2002, muncul edisi revisi, dimana kata awliya diartikan teman setia.


"Tapi di edisi (revisi) terbaru 2002 itu ada juga kata awliya di beberapa tempat yang terjemahannya masih pemimpin," kata Muchlis. Termasuk di dalamnya adalah pada surat Almaidah ayat 57, dimana awliya diartikan sebagai pemimpin.


Muchlis mengatakan tidak ada latar belakang apapun mengenai perubahan atau revisi terjemahan kata awliya, dari pemimpin menjadi teman setia.


"Itu hasil diskusi, hasil pembahasan para ulama yang otoritatif di bidangnya. Kementerian Agama hanya fasilitator. Revisi dilakukan para ulama, terjemahan pada mulanya tahun 1965 juga disusun para ulama," jelas Muchlis.


Muchlis juga mengatakan tidak tepat jika Kementerian Agama disalahkan terkait dengan revisi terjemahan ayat-ayat Alquran itu.


"Kemenag tidak akan mengubah tanpa restu para ulama. itu ada mekanismenya, ada forumnya tersendiri. Lajnah itu bagian dari Kementerian Agama. Lajnah membentuk tim, yang terdiri para ulama. Mereka inilah yang mengkaji. Apa yang diputuskan mereka (para ulama), itu yang ditetapkan (Kementerian Agama)," lanjut Muchlis.


Jangan Andalkan Terjemahan

Pejabat pengganti sementara (Pgs) Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementerian Agama, Muchlis Hanafi menegaskan terjemahan Alquran bukanlah Alquran itu sendiri. Terjemahan ditentukan oleh hasil pemahaman para ulama.


"Boleh jadi antara seorang ulama dengan ulama lain itu beda pemahaman lalu beda penterjemahan. Silakan diikuti yang mana yang mau diikuti. Silakan dalami lebih jauh lewat buku-buku tafsir. Memang terjemahan itu tidak akan pernah mencerminkan apa yang dimaksud alquran sesungguhnya. Jangan hanya mengandalkan terjemahan dalam memahami Alquran," tegas Muchlis Hanafi kepada KBR.


Ia juga meminta soal perdebatan boleh tidaknya memilih pemimpin dari kalangan nonmuslim merujuk pada kitab-kitab tafsir Alquran dan ketentuan fiqih.


"Terjemahan Alquran ini tidak perlu dipersoalkan. Perdebatan fiqih boleh tidaknya (memilih pemimpin nonmuslim) itu sudah sejak lama. Kita tidak perlu habiskan energi bahwa ini (terjemahan) salah atau benar. Terjemahan itu hanya salah satu pemahaman, salah satu makna yang dipahami ulama. Yang terpenting, bagaimana menghormati keragaman pemahaman keagamaan, yang lahir dari pemahaman Alquran dan Hadits," kata Muchlis.


Terkait dengan viral postingan di media sosial, Muchlis Hanafi mengatakan ada penerbit yang merasa dirugikan karena dianggap menggunakan terjemahan yang salah. Salah satunya adalah Penerbit Iqro Global di Yogyakarta, yang melapor ke Kepolisian karena merasa dirugikan dari postingan-postingan di internet.


"Kita sudah jelaskan, bahwa setiap mushaf Alquran dan Terjemah yang sudah dapat tanda tashih dari kita itu sudah kita periksa. Yang dipersoalkan oleh penerbit itu, mengapa hanya produknya saja yang disebarluaskan di medsos, padahal produk lain dari penerbit lain juga menggunakan teks yang sama. Itulah mengapa mereka merasa dirugikan, karena itu melapor ke kepolisian," kata Muchlis Hanafi.


Klarifikasi Kementerian Agama

Hari Minggu (23/10/2016), Kementerian Agama memberikan klarifikasi soal isu adanya editan terjemahan Alquran.


"Tidak benar kabar yang menyatakan bahwa telah terjadi pengeditan terjemahan Al-Quran belakangan ini. Tuduhan bahwa pengeditan dilakukan atas instruksi Kementerian Agama juga tidak berdasar," tegas Pejabat pengganti sementara Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) di Kementerian Agama, Muchlis Hanafi dalam rilisnya di situs Kementerian Agama, Minggu (23/10) .


Muchlis M Hanafi, menjelaskan terjemahan Al-Quran tersebut merujuk pada edisi revisi 2002 Terjemahan Al Quran Kementerian Agama yang telah mendapat tanda tashih dari LPMQ.

Sementara itu, Penerbit Iqro Indonesia Global telah melaporkan akun Facebook Seuramoe Mekkah yang diunggah pada Kamis (20/10/2016) yang berisi tulisan "Gerak cepat, sekarang sudah beredar Al Quran terjemahan baru Al Maidah 51, 'pemimpin' sudah berganti dengan 'teman setia'".

Postingan itu melampirkan foto sampul depan Alquran dan Terjemah 'Al-Haram' terbitan PT Iqro Indonesia Global.


Penerbit selanjutnya melaporkan akun itu ke Kepolisian Daerah DIY atas tuduhan pencemaran nama baik pada Alquran yang sudah mendapat sertifikat dari Lembaga Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran dari Kementerian Agama.

 

  • Kementerian Agama
  • terjemah Alquran
  • Almaidah 51
  • Pilkada DKI 2017
  • nonmuslim

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!