ASIACALLING

Penduduk Asli Australia Tuntut Pengakuan dan Partisipasi

Mural di Redfern, Sydney. Foto: Jake Atienza

Sebuah penelitian belum lama ini menunjukkan kalau orang Aborigin telah tinggal di Australia lebih dari 60 ribu tahun. Ketika Inggris menjajah negeri ini lebih dari 200 tahun lalu, mereka membawa senjata, penyakit, dan kekerasan serta mengambil tanah orang Aborigin.

Orang Aborigin tidak pernah menyerahkan kedaulatan dan tidak ada perjanjian. Australia masih berjuang dengan masa lalunya yang kejam ini sementara masyarakat adat pun masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan yang memadai.

Dalam beberapa tahun terakhir, ada pendapat yang menyebut kalau penduduk asli Australia seharusnya diakui dalam konstitusi.

Dari Sydney, kita simak laporan koresponden Asia Calling KBR, Jake Atienza, berikut ini.

Seorang pria Aborigin sedang mengamen di jalanan Redfern, Sydney. Selama beberapa dekade, kawasan ini merupakan pusat kegiatan orang Aborigin.

Bertahun-tahun, berbagai kampanye dilakukan untuk mengakhiri kematian orang-orang Aborigin dalam tahanan dan mendapatkan hak atas tanah. Pada 1967, komunitas Aborigin dan Selat Torres diakui sebagai warga negara Australia.

Tapi konstitusi Australia tidak menyebut apapun soal Penduduk Asli negara itu. Padahal mereka adalah kelompok masyarakat yang paling tidak beruntung di negara ini.

“Jumlah orang yang ditahan di sini adalah yang tertinggi di dunia. Ada masalah besar soal ketidaksetaraan dalam berbagai hal seperti kesehatan atau harapan hidup,” tutur Thomas Mayor, seorang delegasi di Konvensi Konstitusi Nasional Pertama.

Sejak 2015, delegasi dari komunitas Aborigin dan Selat Torres di seluruh Australia yang ditunjuk pemerintah telah membahas reformasi konstitusi.

Mereka memperdebatkan apakah dan bagaimana Penduduk Asli Australia seharusnya diakui dalam dokumen dasar negara tersebut: konstitusi.

Pada Juni lalu, Dewan Referendum menyampaikan rekomendasinya kepada pemerintah Australia.

Rekomendasi utamanya adalah mengadakan referendum dimana orang Australia akan memutuskan apakah konstitusi harus menjamin badan perwakilan bagi masyarakat Aborigin dan Torres Strait, agar bisa berpatisipasi dalam undang-undang yang mengatur mereka.

“Perubahan konstitusional yang diinginkan cukup sederhana yaitu memberi kesempatan kepada Masyarakat Adat Australia agar bisa bersuara di parlemen. Agar kami bisa memberi pendapat untuk hal-hal yang mengatur hidup kami ke depannya,” jelas Mayor.

red

Lembaga-lembaga yang sebelumnya mewakili masyarakat adat tidak dimasukkan dalam konstitusi dan telah berulang kali dibongkar pasang oleh pemerintah.

Dan kebijakan represif yang menargetkan masyarakat adat diterapkan tanpa konsultasi.

Pada 2007, setelah ada laporan soal pelecehan terhadap anak, tentara dikirim ke komunitas adat. Di sana tentara menerapkan beberapa kebijakan seperti jam malam, larangan alkohol dan ditahannya dana kesejahteraan.

Kebijakan yang dikenal sebagai Intervensi ini disebut 'pelanggaran hak asasi manusia'.

Nicole Watson adalah Penasehat Hukum dalam Konvensi itu. Dia mengatakan pemimpin Penduduk Asli ingin memastikan hal ini tidak terjadi lagi.

“Akibat tindakan seperti Intervensi itu, ada anggapan kalau hubungan Masyarakat Adat jadi berantakan. Makanya masyarakat sangat ingin menentukan kebijakan mereka sendiri, yang tidak bisa dibatalkan pemerintah,” kata Watson.

Tapi tidak semua pemimpin Aborigin sepakat kalau masuknya badan perwakilan dalam konstitusi adalah jawabannya.

Jenny Munro berasal dari Pusat Perempuan Aborigin Mudgin-Gal di Redfern, Sydney. Dia adalah satu dari tujuh delegasi yang keluar dari perundingan tersebut sebagai bentuk protes.

“Lembaga-lembaga itu tidak berhasil untuk kami karena mereka adalah konstruksi orang kulit putih. Kami punya sistem dengan konstruksi kami sendiri dan itulah yang efektif untuk kami,” kata Munro.

Jenny Munro ingin melihat ada lebih banyak Orang Aborigin yang menerima kompensasi atas tanah yang dicuri oleh penjajah. Dan adanya pengakuan terhadap sistem pemerintahan adat.

Dewan Referendum juga merekomendasikan agar Parlemen menyampaikan pernyataan yang mengakui bahwa Masyarakat Adat tidak pernah menyerahkan kedaulatan.

Selain itu, Dewan mengusulkan dibentuknya sebuah komisi kebenaran dan keadilan untuk memfasilitasi pembuatan perjanjian antara pemerintah dan masyarakat adat.

Keduanya bisa dilakukan pemerintah tanpa mengubah konstitusi.

Jackie Huggins adalah ketua Kongres Nasional Penduduk Asli Australia. Dia mengatakan kemampuan politik menjadi syarat untuk memastikan suara Penduduk Asli ada dalam proses politik Australia.

“Jika kami mau maju, kami harus melawan dengan alat yang digunakan orang kulit putih itu. Itu seperti yang dikatakan penyair besar Audre Lorde. Jadi kami harus melawan mereka dengan kata-kata, bahasa, atau kosakata mereka. Karena jika tidak, kami akan terus terpinggirkan,” kata Huggins.

Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull belum secara formal menanggapi rekomendasi Dewan Referendum.

Tapi Jackie Huggins yakin dialog yang terjadi saat ini sudah merupakan langkah yang tepat bagi orang Aborigin.

“Semoga orang Aborigin dan Selat Torres bisa diangkat ke posisi terhormat dan bermartabat. Menduduki posisi yang tepat dalam masyarakat kami.”

 

  • Jake Atienza
  • penduduk asli Australia
  • Komunitas Aborigin
  • Konstitusi Australia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!