BERITA

Pansus Angket Mohon Konsultasi dengan Presiden, Sikap Pimpinan DPR Pecah

Pansus Angket Mohon Konsultasi dengan Presiden, Sikap Pimpinan DPR Pecah

KBR, Jakarta - Suara pimpinan DPR tidak bulat menanggapi permohonan dari Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR terhadap Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengadakan rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo. 

Permohonan Pansus itu akan dibahas dalam rapat pimpinan DPR pada Rabu (20/9/2017).

Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN, Taufik Kurniawan menyatakan temuan dan rekomendasi Pansus sebaiknya disampaikan langsung dalam Paripurna DPR tanpa konsultasi dengan Pemerintah, terlebih dahulu. Menurut Taufik, hak angket merupakan domain DPR yang tak boleh diintervensi Pemerintah.

"Dalam mekanisme angket tidak ada aturan bahwa sebelum paripurna, Pansus Angket yang merupakan hak ekslusif DPR itu harus dikonsultasikan lebih dulu dengan Pemerintah. Ini tidak diatur. Kalau itu dilaksanakan, kasihan Pemerintah. Bebannya seolah-olah ada intervensi. Meskipun tidak ada, tapi kan di publik muncul kesan sebelum paripurna hasilnya dikonsultasikan dulu dengan pemerintah," kata Taufik di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Taufik mengatakan sebagian pimpinan DPR memang berpendapat perlu ada rapat konsultasi antara Pansus Hak Angket dengan Presiden Jokowi. Pimpinan yang setuju beralasan ada hal-hal yang perlu disampaikan langsung kepada Presiden Jokowi.

"Ada dua pandangan yang berbeda. Ini akan menjadi pembahasan serius di pimpinan DPR, demi independensi Pansus Angket itu sendiri," kata Taufik.

Salah satu pimpinan DPR yang menyetujui konsultasi Pansus dengan Presiden Joko Widodo adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Fahri mengatakan sebelum Pansus melaporan hasil kerjanya di sidang paripurna, sebaiknya Presiden Joko Widodo mendengarkan lebih dahulu temuan Pansus terkait tugas dan wewenang KPK. 

Menurut Fahri, ada hal-hal yang perlu disampaikan langsung oleh Pansus kepada Presiden Jokowi.

"Kalau bisa pimpinan DPR akan membawa seluruh pimpinan Pansus Angket untuk menceritakan apa yg terjadi, supaya Presiden benar-benar tahu," kata Fahri.

Menurut Fahri, rapat konsultasi ini penting karena pemberantasan korupsi merupakan tanggung jawab Jokowi sebagai Presiden. Ia mengatakan, Presiden harus melakukan langkah-langkah konkrit terkait temuan Pansus terhadap tugas dan kewenangan KPK.

"Korupsi ini masalah besar. Tiap hari orang ditangkapi, masa Presiden tak mau tanggung jawab? DPR sudah selesaikan pekerjaannya, jadi mau dilaporkan apa yang terjadi," ujarnya.

Baca juga:

Sikap presiden

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly enggan berkomentar banyak tentang keinginan Pansus Hak Angket DPR untuk rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo.

Yasonna hanya memastikan pemerintah tetap berkomitmen memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menegaskan sikap Presiden Jokowi itu telah dinyatakan berulang kali kepada publik.

"Kita lihat dulu. Kan Pansus masih kerja, kita lihat lah. Tapi yang pasti, pemerintah tidak akan melemahkan KPK. Tidak akan terjadi pelemahan. Pernyataan Presiden kan jelas," kata Yasonna di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Sebelumnya, Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk segera menggelar rapat konsultasi. Pansus berharap rapat bisa terlaksana sebelum masa kerja berakhir pada 28 September mendatang. 

Wakil Ketua Pansus dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menyatakan, Pansus akan membeberkan berbagai temuan Pansus terkait tugas dan kewenangan KPK. Menurut dia, temuan ini bisa menjadi rujukan bagi Presiden Jokowi dalam menentukan arah kebijakan dalam hal pemberantasan korupsi

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • Pansus Angket KPK
  • Pansus Hak Angket
  • pansus hak angket kpk
  • Pansus Angket
  • hak angket KPK
  • hak angket DPR
  • Panitia Angket DPR
  • rapat konsultasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!