BERITA

Kebijakan Insentif Pajak Tak Laku, Sri Mulyani Minta Masukan Pengusaha

Kebijakan Insentif Pajak Tak Laku, Sri Mulyani Minta Masukan Pengusaha

KBR, Jakarta - Pemerintah akan mengevaluasi sejumlah kebijakan insentif pajak yang telah dikeluarkan selama ini.

Sejumlah fasilitas keringanan pajak seperti tax holiday (libur bayar pajak/pengurangan pajak penghasilan badan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan UU Nomor 25/2007 Penanaman Modal) dan tax allowance (pengurangan pajak penghasilan berdasarkan UU Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan) selama ini ternyata belum berhasil menumbuhkan minat investasi di Indonesia.


Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memerintahkan Direktorat Jenderal Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk mengkaji penyebab lesunya minat perusahaan.


"Saya minta seluruh tim untuk mengevaluasi, kenapa insentif ini tidak laku? Penggunaannya hanya sedikit. Halangannya di kita, di perusahaan, atau ada yang lain?" kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/9/2017).


Pemerintah sudah memberikan sejumlah fasilitas insentif bagi wajib pajak perusahaan. Fasilitas itu antara lain tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk, pembebasan pajak untuk kawasan berikat serta fasilitas lain di Kawasan Ekonomi Khusus. Namun, menurut Sri, penggunaan fasilitas itu sampai saat ini masih rendah. Padahal, sejumlah insentif sudah diberikan sejak tahun 2005.


Sri Mulyani mengatakan akan meminta masukan dari para pelaku usaha seperti dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta Ikatan Pengusaha Muda Indonesia (IPMI). Sri ingin mendengar langsung apa sebenarnya yang menjadi keengganan mereka memanfaatkan insentif pajak itu.


"Kita lihat mungkin insentifnya sudah benar, tapi ada halangan di luar masalah pajak. Atau mungkin dulu menarik, tapi sekarang tidak cocok lagi. Kita harus dengarkan itu," kata Sri Mulyani.


Baca juga:


Selama beberapa tahun terakhir seluruh negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, berlomba-lomba menarik investor untuk berinvestasi. Apalagi, sejak 2015 sudah dimulai kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Untuk menarik minat investor, pemerintah Indonesia memberlakukan berbagai insentif bagi pengusaha yang ingin mengembangkan bisnis di tanah air. Tidak hanya tax holiday maupun insentif pajak, tapi juga penyederhanaan izin, hingga fasilitas bebas bea masuk impor mesin.


Selain itu, ada fasilitas tax allowance atau pengurangan penghasilan netto perusahaan yang terkena pajak hingga 30 persen dari nilai investasi. Pengurangan pajak itu diberikan dalam jangka waktu enam tahun dengan besaran rata-rata 5 persen pertahun. Pemerintah juga memberikan keringanan berupa penyusutan dan amortisasi yang dipercepat.


Saat ini, pemerintah memberikan pengurangan pajak mulai dari 10 persen hingga 100 persen bagi perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu. Insentif yang berlaku mulai Agustus 2016 lalu ini bertujuan agar industri-industri mampu mengadopsi teknologi baru sehingga memberikan nilai tambah yang signifikan serta bernilai strategis bagi ekonomi nasional.


Pemerintah juga memberlakukan fasilitas dan kemudahan berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mendorong pengembangan kawasan industri berbasis sumber daya lokal yang dapat menciptakan iklim investasi.


Fasilitas itu antara lain tax holiday pajak penghasilan (PPh) sebesar 20 persen sampai 100 persen untuk investasi lebih dari Rp1 triliun, selama 10-25 tahun, pembebasan PPh mulai dari 20 persen sampai 100 persen untuk investasi mulai dari Rp500 miliar sampai Rp1 triliun selama lima sampai 15 tahun.


Untuk kegiatan yang tidak termasuk sumber daya alam KEK tidak diberi pembebasan pajak, melainkan pengurangan pajak sebesar 30 persen selama enam tahun.


Editor: Agus Luqman 

  • insentif pajak
  • tax holiday
  • tax allowance
  • pengurangan pajak
  • keringanan pajak
  • sri mulyani
  • kemudahan investasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!