SAGA

[SAGA] Muhadkly Acho, Curhat Berujung Pidana

[SAGA] Muhadkly Acho, Curhat Berujung Pidana

KBR, Jakarta - Sebuah kain putih sepanjang tiga meter, berisi tandatangan ratusan orang, dibawa mengitari komplek apartemen di kawasan Jakarta Pusat. Dihajar terik matahari, mereka lantang meneriakkan kata-kata, “Suara Acho, Suara Kami”, sembari mengepalkan tangan. 

Mereka yang beraksi, dari beragam usia. Tak pelak, aksi ini mencuri mata puluhan orang yang lewat. Selain pengguna jalan, iring-iringan ratusan orang itu juga ditonton para pengunjung pusat perbelanjaan, yang lokasinya memang satu komplek dengan apartemen tersebut. 

Mereka, adalah penghuni Green Pramuka City. Rumah susun yang kini menyeret konsumennya Muhadkly MT alias Acho ke polisi atas sangkaan pencemaran nama baik. Dan, sebagai bentuk dukungan pada Acho –yang berprofesi sebagai komika, ratusan penghuni lain melakukan aksi ini pada Sabtu, pertengahan Agustus lalu. 

"Ini bentuk dukungan kepada Acho. Karena ada anggapan bahwa suara Acho itu hanya suara sendiri. Saya katakan dengan tegas itu bukan suara Acho sendiri, suara warga kita," teriak Hotman Nainggolan.

Tapi rupanya, bukan cuma Acho yang harus berhadapan dengan hukum. Setidaknya ada empat penghuni yang dilaporkan ke polisi. Satu di antaranya gara-gara menyenggol palang parkir awal tahun ini. Sialnya, itu dianggap merusak sarana apartemen. 

"Pokoknya kami ini sudah dikriminalisasi oleh pihak pengembang dan pengelola. Kami terjepit. Sepertinya kayak kami ini bukan pemilik, tetapi kayak yang menyewa," kata Amelia Santoso, penghuni yang berprofesi sebagai pengacara.

Empat kasus itu, sayangnya tak membuat pihak apartemen berhenti menjerat konsumennya. Terakhir, Muhadkly MT alias Acho, kena sasaran lantaran menuliskan semua keluhannya di blog pribadinya; blog muhadkly.com berjudul ‘Apartemen Green Pramuka City dan Segala Permasalahannya’. 

Kekecewaan Acho itu ditulis pada 8 Maret 2015. Di awal tulisan begini: Waspadalah sebelum membeli Apartemen Green Pramuka City. Ya, saya hanya ingin anda waspada, bukan melarang anda beli. Mohon jangan salah paham. 

Tulisan kemudian berlanjut dengan menceritakan pengalamannya selama tinggal di sana sejak 9 Februari 2013. Ketika itu, Acho tergoda dengan brosur dan website yang mengumbar konsep green living. Di mana 80 persennya halaman terbuka. Tapi belakangan kecewa, lantaran janji green living tak terpenuhi. Pasalnya, area itu justru dibangun 17 tower baru. 

Acho, lagi-lagi kecewa untuk kali kedua. Sebabnya sertifikat yang dijanjikan akan diterima setelah dua tahun menghuni tak kunjung terlaksana. Yang ketiga, pengelola apartemen kerap mengeluarkan kebijakan sepihak. Sebut saja, mengenai biaya parkir, Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dinilai tak tanggung-tanggung kenaikannya hampir 43 persen sementara fasilitasnya standar. Dan yang paling mengejutkan, tagihan pajak PBB tanpa ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dari dinas pajak. 

Untuk memastikan segala keluhan itu, KBR mengecek langsung area apartemen. Pertama tentang ruang terbuka hijau. Di brosur dijanjikan 10,3 hektar atau 80 persen dari total lahan. Tapi nyatanya area itu kini dibangun sembilan tower, dari 17 yang direncanakan. Keberadaan sembilan tower itu pun membuat lahan hijau terkuras lantaran sisa lahannya disemen atau dipaving untuk parkiran. 

Kedua mengenai sertifikat. KBR menemui seorang penghuni John. Kata dia, hingga saat ini belum ada kejelasan kapan sertifikat akan diserahkan kepada para penghuni. Padahal unit apartemen telah dibangun dan dijual sejak 2013. 

Rupanya, merujuk pada ketentuan di Dinas Cipta Karta dan Tata Ruang DKI Jakarta, penghuni Apartemen Green Pramuka City tak bisa mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) sebelum seluruh pembangungan rampung. Karenanya, kini dinas menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk empat tower yang sudah jadi dan lima tower yang sebagian jadi. 

John bercerita, saat ini dia hanya memegang akta jual-beli yang diserahkan pengelola ketika membeli pada 2014. “Salesnya menjanjikan bahwa ini nanti ada sertifikatnya, enggak tahu hak milik atau apa, yang penting sertifikat," terang John.

John juga bercerita, pengelola apartemen tak transparan mengenai berbagai tagihan, termasuk pajak. Misalnya saat membelian unit, dia langsung diminta membayar pajak tanpa dijelaskan rinciannya. Demikian pula tagihan pajak setiap tahunnya. 

Keluhan terbaru, penghapusan sistem parkir berlangganan. Dimana kini, para penghuni apartemen pemilik mobil diharuskan membayar tarif khusus Rp7 ribu per 24 jam. Namun hanya berlaku di zona hunian lantai dasar/ground floor DP1. Sementara, bagi yang tak mengeluarkan mobilnya selama tiga hari berturut-turut akan didenda Rp150 ribu.

Kembali ke Acho. Saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Acho yang biasa tampil canda berubah jadi pendiam. Meski sesekali tersenyum dengan terpaksa. Dia bercerita, tak habis pikir dengan pengelola Green Pramuka City. Sebab yang ditulis adalah upaya terakhir karena selama ini tak diacuhkan.

"Kami sudah demo berkali-kali, menemui pengelola, bersurat ke lembaga-lembaga tetapi belum membuahkan hasil. Akhirnya terakhir saya sosial media. Tetapi yang saya dapatkan bukannya pembenahan tetapi tuntuan pidana," keluh Acho.

Karena curhatannya itu, Acho dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta pasal 310-311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Tapi Acho, berkali-kali menolak sangkaan itu. Dasarnya, tulisannya itu tak menyebut nama perusahaan ataupun orang. Selain itu, Acho juga melampirkan foto berupa brosur, surat tagihan pajak, dan lain-lain sebagai bukti atas tulisannya. 

Dan, yang membingungkannya, laporan terhadap dirinya sudah berlangsung pada Oktober 2015 lalu. 

"Artinya ada kurun waktu dua tahun kasusnya mengendap. Saya sama sekali nggak dapat teguran, nggak dapat panggilan, nggak dapat pemberitahuan dari pihak manapun," sambungnya.

Setelah melewati proses negosiasi yang panjang, pertengahan Agustus lalu pengelola Apartemen Green Pramuka City –PT Duta Paramindo Sejahtera, mencabut laporannya. Tapi, ada empat poin kesepakatan. Pertama, Acho meminta maaf atas tindakannya dan akan mengklarifikasi di blog-nya. Kedua, pengelola apartemen Green Pramuka City mencabut laporan perkara. Ketiga, pengelola Green Pramuka City mengakui kesalahannya. Keempat, penyelesaian permasalahan pelayanan antara penghuni dan pihak pengelola akan dilakukan secara paralel dengan Dinas Perumahan DKI Jakarta. 

Setelah perkara hukum yang menjeratnya, kini Acho memilih berhenti menulis di blog. Acho masih trauma kembali dipidanakan karena menulis curhatan.  

"Jadi daripada bikin masalah baru, mendingan saya calm down dulu, ikuti proses hukum yang berlaku seperti apa," tutup Acho.  

Editor: Quinawaty

 

  • Muhadkly Acho
  • pencamaran nama baik
  • Apartemen Green Pramuka City

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!