SAGA

[SAGA] Kala Kantuk Meneror Saat Nobar Film G30S/PKI

[SAGA] Kala Kantuk Meneror Saat Nobar Film G30S/PKI

KBR, Jakarta - Kepala Maulana Zakky berulang kali nyaris beradu dengan lutut. Pemuda 16 tahun itu berjuang menahan kantuk. Lewat satu setengah jam, Zakky takluk. Ia tertidur ditemani suara sember dari video yang kualitasnya  buruk.

Begitu film berakhir, pelajar kelas X di SMK Muhammadiyah I Depok ini, melek. Saya pun bertanya apa yang dipahami.


“Kurang paham. Kurang detail. Tadi saya ngantuk, jadi enggak terlalu merhatiin banget,” ujar Zakky sambil terkekeh.


Dan rupanya, tak hanya Zakky yang diteror kantuk, mayoritas siswa begitu. Beberapa orang malah keluar-masuk ruangan utama masjid, demi mengusir bosan. Tapi akhirnya menyerah dan tertidur jelang menit ke-30.


Zakky lalu bercerita, bahwa ia sama sekali belum pernah menonton film buatan tahun 1984 itu. Dari tiga jam yang dia habiskan, cuma sedikit adegan yang menempel di kepala.


“Pembunuhan 7 jenderal paling. Jenderal Ahmad Yani yang paling (saya) ingat. Tadi ngeliat pas di situ, terus sudah mulai ngantuk-ngantuk,” sambung Zakky.


Sementara Muhammad Ramadhan –siswa Kelas XI, mengaku Rabu malam itu menjadi pengalaman kali kedua menonton Pengkhianatan G30S/PKI. Saat SMP dulu, sekolahnya juga pernah mewajibkan dia menonton film itu.


Baginya, film tersebut terang menggambarkan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI pada 30 September tahun 1965. Meski, dia mengaku setengah percaya dengan apa yang ditampilkan Arifin C. Noer, sang sutradara.


“Sebenarnya saya masih fifty-fifty. Percaya enggak percaya. Soalnya saya bukan orang dulu, jadi kurang tahu juga. Tapi saya baca di artikel-artikel, semuanya kemungkinan sama,” tutur Ramadhan.

red

(Beberapa siswa SMK Muhammadiyah I Depok terlihat tertidur saat menonton film propaganda Pengkhianatan G30S/PKI. Foto: Ria Apriyani/KBR)

Nonton bareng alias nobar di SMK Muhammadiyah I Depok, Jawa Barat, itu digelar Rabu malam lalu –bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharam. Selesai shalat isya berjamaah di masjid, layar proyektor diturunkan. Para siswa lantas duduk bersama namun terpisah antara yang laki-laki dan perempuan.

Kira-kira pukul setengah 10 malam, film diputar. Mula-mula, para siswa tampak bersemangat. Tapi satu persatu bertumbangan didera bosan dan kantuk.


Pemutaran film propaganda Pengkhianatan G30S/PKI tak lepas dari perintah Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang memerintahkan jajarannya menyaksikan kembali karya Arifin C. Noer itu. Panglima beralasan, nobar ini bertujuan untuk mengingatkan kepada seluruh prajuritnya tentang peristiwa kelam tersebut.


Tapi belakangan sejumlah kalangan antara lain; sekolah, partai politik, dan televisi swasta, juga melakukan hal serupa.


Film ini sendiri diproseduri Nugroho Notosutanto, Menteri Pendidikan era Soeharto. Produksinya dilakukan di bawah Perusahaan Film Negara (PFN). Anggaran Rp800 juta dihabiskan untuk membiayai dua tahun proses produksinya.


Sejak 1984, film itu menjadi tontonan wajib setiap 30 September. Di tanggal itulah, seluruh layar lebar dan stasiun TVRI menayangkannya. Pemerintah Orde Baru mewajibkan setiap siswa, pegawai negeri sipil, hingga perusahaan daerah menonton.


Adegan pertama film dibuka dengan penggambaran rencana aksi DN Aidit merebut kekuasaan dari tangan Sukarno. Adegan rapat rahasia yang dipenuhi kepulan asap rokok dan ekspresi tegang Aidit, hingga adegan berdarah ketika para jenderal ditembak pasukan Cakrabirawa. Hampir seluruh paruh kedua film, sosok Soeharto yang kala itu menjabat Pangkopkamtib ditonjolkan. Bagaimana perannya dalam operasi penumpasan PKI di hari sesudah 30 September.


Sutarsa adalah Guru Sejarah Ramadhan dan Zakky. Dia yakin apa yang ditampilkan di film, 100 persen fakta sejarah. Menurutnya, ketika buku pelajaran tidak lagi banyak memuat materi soal Partai Komunis Indonesia, film menjadi sumber lain bahan pengajaran.


“Kalau saya sebagai guru sejarah, itu fakta sejarah. Ini satu sejarah kelam bangsa,” ujar Sutarsa.


Tahun 1965, usia Sutarsa baru empat tahun. Yang diingatnya kala itu, kehidupan rakyat sangat miskin. Sutarsa melemparkan seluruh kesalahan kepada PKI.


“Orangtua saya miskin karena situasi politik yang mencekam saat itu. Karena siapa? Pengaruh komunis yang begitu kuat. Rakyat sengsara saat itu,” sambungnya.


Kembali ke Ramadhan. Setelah dua kali menonton film itu, yang dia tahu ada pembantaian terhadap enam jenderal di tahun 1965. Kepada saya, dengan mantap dia berkata PKI pelakunya.


“Kalau saya benci banget (PKI). Gara-garanya ya gitu, jenderal yang sudah bela-belain buat memerdekakan Indonesia, tahu-tahu dibunuh cuma karena ingin mengganti Pancasila,” kata Ramadhan.


Film propaganda Penghianatan G30S/PKI, hingga kini masih diperdebatkan. Melalui medium itu, Hafiz Rancajale –seorang pembuat film dokumenter, meyakini betapa film bisa begitu efektif mencuci otak publik dengan menghadirkan sejarah yang direka oleh militer Orde Baru.


Film itu juga, kata dia, membangun stigma tertentu terhadap peristiwa 1965 dan terhadap para korban. Dia juga menyebut film tersebut sangat tidak baik bagi anak-anak sekolah. Sebab bisa menimbulkan ketakutan mendalam, terutama karena memperlihatkan kekejaman dari pihak yang disebut Partai Komunis Indonesia (PKI).





Editor: Quinawaty

  • nobar film G30S/PKI
  • SMK Muhammadiyah I Depok
  • Arifin C. Noer
  • Cakrabirawa

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!