BERITA

3 Kecurangan Sistem Pendaftaran Siswa Baru 2016

"Keluhan soal penerimaan di bawah tangan ditemukan hampir di seluruh provinsi."

Ria Apriyani

3 Kecurangan Sistem Pendaftaran Siswa Baru 2016
Ilustrasi: Sejumlah siswa baru mengantre untuk mendapatkan seragam sekolah gratis di halaman Balai Kota Koesomowicitra Kota Blitar, Jawa Timur. (Foto: Antara)



KBR, Jakarta - Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan praktik maladministrasi pada sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2016 dengan sistem online. Ada tiga praktik maladministrasi yang banyak dilaporkan masyarakat, yakni pungutan liar, siswa titipan, dan panitia pendaftaran yang tidak kompeten. Ketiga praktik ini marak ditemukan di seluruh provinsi.

Komisioner Ombudsman Ahmad Suaedy, menyebut sistem PPDB online rawan direkayasa. Bahkan pelakunya, tidak terbatas pada lingkaran panitia pendaftaran.

"Baik dari dalam sendiri, artinya dari pelayan publik itu sendiri. Dari sekolah dari pemerintah maupun dari luar. Dalam hal ini dari anggota DPR misalnya, dari aktivis. Jadi ini kombinasi kompleks antara pelayan publik dan masyarakat," papar Ahmad di Kantor Ombudsman, Jumat (3/9/2016).

Sayangnya dalam pemaparan hasil temuan Ombudsman ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy maupun perwakilannya justru tidak hadir. Dari pihak pemerintah hanya ada Deputi Bidang Pembangunan Daerah Diah Indrajati, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemendagri Teguh Setyabudi, dan Kasi Kesiswaan MTQ Kementerian Agama Agus Umar.

Lebih lanjut, Ombudsman meminta pemerintah menindak temuan ini dengan serius. Tiga temuan yakni modus pungutan liar, siswa titipan, dan panitia pendaftaran yang tidak kompeten masih marak terjadi di seluruh provinsi.


Beragam Celah Penyelewengan

Komisioner Ombudsman RI, Ahmad Suaedy pun membeberkan sejumlah kecurangan. Semisal, timnya menemukan, ada panitia pendaftaran yang mengubah data pendaftaran online agar seorang siswa bisa masuk ke sekolah tertentu. Selain itu, rupanya sistem kuota juga bisa dimainkan. Hal ini terjadi baik secara online maupun tidak.

"Prosedur baku bisa diotak-atik terutama karena ada kuota yang bisa dimainkan. Seharusnya jumlahnya berapa, tapi jumlahnya tidak penuh lalu diisi dengan cara non prosedural."

Berbelitnya prosedur tes masuk yang ditetapkan sekolah, menurut Ombudsman, juga menjadi celah penyelewengan. Untuk menghindari peliknya mekanisme itu, beberapa petugas pendaftaran ataupun pihak sekolah meminta imbalan pada peserta.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/08-2016/penerimaan_siswa_baru_di_sekolah_negeri_banyuwangi_diwarnai_pungutan_liar/83961.html">Penerimaan Siswa Baru Diwarnai Pungli</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/08-2016/dinas_pendidikan_banyuwangi_terbitkan_surat_edaran_larang_pungli/83968.html">Surat Edaran Larangan Pungli</a></b> </li></ul>
    

    Imbalan itu, lanjut Suaedy, berupa uang dan jasa. Keluhan soal penerimaan di bawah tangan ditemukan hampir di seluruh provinsi. Itu sebab pemerintah, kata Suaedy, harus menjatuhkan sanksi tegas dan membuka sanksi tersebut kepada masyarakat.

    "Permendikbud sudah ada sanksi tegas. Dicopot jabatan hingga ditutup sekolahnya. Tapi pemerintah harus transparan pada masyarakat. Apa saja sanksi yang sudah dijatuhkan."

    Selain itu, menurut Ombudsman, ternyata tidak semua panitia penyelenggara siap dengan sistem pendaftaran online. Menurut Suaedy, di beberapa daerah sistem itu justru menghambat proses pendaftaran.

    "Institusi pendidikan tidak siap. Semangat bagus online tapi rencana tidak maksimal. Server tidak sanggup backup dan sebagainya. Ada ketidaksamaan sistem daerah-daerah sehingga satu daerah dengan daerah lain variasi banyak server, jadi kacau."

    Dengan temuan tersebut, mereka mendesak pemerintah segera mengevaluasi penyelenggaraan PPDB 2016. Suaedy kembali menegaskan, harus ada sanksi tegas bagi pelaku agar ada efek jera. Selain itu jika ke depannya PPDB tetap dilakukan secara online, menurut dia, perlu ada sebuah sistem yang terintegrasi.

    Baca juga: Seribu Anak Putus Sekolah




    Editor: Nurika Manan

  • penerimaan siswa baru
  • siswa baru
  • pungli sekolah
  • ombudsman RI
  • Ombudsman
  • Anggota ORI Ahmad Suaedy

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!