OPINI

Raih Bintang

"Sosiolog Ariel Heryanto pernah bilang, akar dari kebencian adalah angan-angan atau harapan pada sesuatu yang disebut asli."

KBR

Rosmaniar Defia meraih emas Asian Games
Atlet Taekwondo putri Indonesia Rosmaniar Defia berlari membawa bendera merah putih usai memperoleh medali emas untuk Indonesia. (Foto: Antara/INASGOC/Darmawan).

Kemeriahan dan kesuksesan pembukaan Asian Games 2018 yang baru usai langsung diserbu aneka kritik. Ada yang ribut soal pemeran pengganti Presiden Joko Widodo. Ada juga yang ribut soal Via Vallen yang diduga menyanyi secara lipsync. Seolah-olah, yang penting ribut dulu. Soal penting atau tidaknya, urusan belakangan. Dan untuk itu, banyak yang rela mencurahkan segenap energinya untuk mengupas, mengulik, membuat analisa video, membuat tulisan panjang di media sosial dan banyak lagi.

Upacara Pembukaan Asian Games adalah suatu pertunjukan. Hiburan. Bagaimana pun, ini adalah ajang unjuk gigi Indonesia di mata Asia dan dunia. Esensi dari Asian Games sesungguhnya pun bukan pada upacara pembukaan maupun penutupan kelak. Intinya adalah prestasi. Dan ini sudah dibuktikan Edgar dan Defia, penyumbang medali-medali pertama untuk Indonesia.

Memang kenapa sih kalau pakai pemeran pengganti? Memang kenapa sih kalau lipsync? Kenapa seperti ada rasa benci yang begitu besar? Sosiolog Ariel Heryanto pernah bilang, akar dari kebencian adalah angan-angan atau harapan pada sesuatu yang disebut asli. Yang perlu kita garis bawahi ya satu kata itu: angan-angan. 

Jadi tak perlu lah kita ribut atau berselisih soal hal sepele. Buang-buang energi saja. Kalau memang butuh pelepasan energi, tak perlu bingung: Indonesia punya seribu satu masalah untuk dipecahkan. Kita hanya perlu mengingat apa kata Via Vallen: terus fokus, hanya itu, titik itu, kita kejar, dan raih bintang.  

  • Asian Games 2018
  • Via Vallen
  • Ariel Heryanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!