HEADLINE

MK Pertimbangkan Terbitkan Putusan Sela Terkait Pansus Angket

""Tahapannya sekarang adalah majelis hakim panel yang kemarin memeriksa, itu melaporkan kepada RPH, termasuk di antaranya adanya permintaan untuk memutus sela itu.""

Bambang Hari, Ria Apriyani

MK   Pertimbangkan Terbitkan Putusan Sela Terkait Pansus Angket
Ilustrasi: Aksi Parodi Pansus Angket KPK. (foto: Antara)

KBR, Jakarta- Mahkamah Konstitusi tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan putusan sela terkait panitia khusus angket  Komisi Pemberantasan Korupsi. Apabila diterbitkan, putusan ini bisa memerintahkan DPR RI tidak melanjutkan proses penyelidikan terhadap KPK.

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono menjelaskan, petitum untuk menerbitkan putusan sela memang sudah terdapat dalam permohonan uji materi UU MPR, DPR, DPDD dan DPRD (MD3). Pengajuan itu kata Fajar, akan dibawa ke dalam forum rapat permusyaratan hakim (RPH).


"Setelah perbaikan permohonan kemarin oleh pemohon, maka tahapannya sekarang adalah majelis hakim panel yang kemarin memeriksa, itu melaporkan kepada RPH, termasuk di antaranya adanya permintaan untuk  memutus sela itu. Nanti RPH--yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi itu akan memutuskan," terangnya saat dihubungi KBR melalui sambungan telepon.


Ia menjelaskan, untuk beberapa perkara, lembaganya memang bisa menerbitkan putusan sela. Biasanya kata Fajar, putusan sela diterbitkan dalam kasus-kasus yang menyangkut sengketa pilkada. Namun tak menutup kemungkinan putusan sela diterbitkan dalam kasus lain. Contohnya, putusan sela yang diajukan oleh Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, saat keduanya menjabat sebagai pemimpin KPK, 2002 silam.


Saat itu, cerita Fajar, Bibit dan Chandra melalui kuasa hukum mereka, memohon pengujian Undang-Undang No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK).


Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan sela (provisi) akhirnya mengabulkan permohonan uji materi atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan. MK menunda pelaksanaan pasal tentang mekanisme penonaktifan pemimpin KPK yang menjadi terdakwa sampai adanya putusan akhir.


"Sebab para hakim saat itu menilai, lembaga KPK akan lemah apabila dua pimpinannya diberhentikan karena tersangkut masalah hukum. Sebab saat itu KPK hanya memiliki lima orang pemimpin," katanya.

Sebelumnya LSM antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) segera mengeluarkan putusan sela terkait uji materi keabsahan Pansus Angket DPR terhadap KPK. Ini dilakukan untuk menghentikan sementara kerja Pansus sampai putusan final MK soal gugatan tersebut, terbit.

Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, MK harus sadar bahwa mereka diburu waktu dan proses politik di DPR. Apalagi kata dia, Pansus sudah mengumumkan 11 temuan sementara. Meski menurutnya, temuan itu melebar dari tujuan awal yang digembar-gemborkan.


"12 dari 16 aktivitas yang dilakukan pansus tidak relevan dengan 4 isu yang dibacakan DPR. Pencabutan BAP apa relevansinya dengan ketemu jaksa? Ketidakharmonisan di tubuh KPK apa relevansinya ke safe house? Apa relevansinya ke Sukamiskin?" Papar Donal.


ICW bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan bekas pemimpin KPK Busyro Muqoddas mengajukan permohonan uji materi ke MK. Ada tiga pasal dalam Undang-Undang MD3 yang diujimaterikan terkait keabsahan Pansus Hak Angket. Di antaranya pasal mengenai subjek angket, sah tidaknya pembentukan Pansus Angket dalam paripurna dan kewajiban setiap fraksi mengirimkan perwakilan di Pansus--mengingat hanya 6 parpol yang tergabung dalam Pansus Angket.


Sementara itu Pansus hak angket terhadap KPK membantah tudingan bahwa hasil penyelidikan mereka tidak objektif. Wakil Ketua Pansus, Masinton Pasaribu, mengatakan Pansus sudah mengumpulkan keterangan saksi dan aduan masyarakat terkait dugaan kecacatan dalam kinerja KPK.


Ia berdalih penelusuran kasus-kasus lama KPK dilakukan demi memahami masalah di sistem pemberantasan korupsi lembaga antirasuah itu.


"Kalau mau tahu urusan orang yang pernah berurusan dengan KPK, ya tentu datang kepada orang-orang yang pernah dituntut bersalah oleh KPK," kata Masinton, Minggu (27/8).


Ia bersikeras Pansus tidak mencampuri satupun kasus di KPK, termasuk kasus yang menjerat Miryam S. Haryani. Kunjungan yang dilakukan Pansus ke para narapidana korupsi di penjara Sukamiskin menurutnya pun dilakukan hanya untuk kasus-kasus yang sudah inkrah. Politisi PDIP itu justru membandingkan apa yang dilakukan pansus itu dengan KPK yang menjadikan terpidana korupsi M. Nazaruddin sebagai whistleblower.


Menurut Masinton, pansus masih akan meminta keterangan KPK sebelum mengeluarkan rekomendasi. Dia berharap KPK bersedia datang ke rapat pansus. Menurutnya itu bisa jadi kesempatan KPK mengklarifikasi temuan-temuan pansus.


"(Kunjungan) Itu pun bukan satu-satunya informasi kami. Kenapa tidak pernah juga ada yang mengkritisi KPK sampai saat ini masih meminta keterangan dari Nazaruddin?" Uajr dia.


Dia juga menyangkal tudingan pansus tidak netral dalam meminta keterangan. Menurut dia, saksi-saksi yang dibawa ke rapat pansus sudah disumpah, dan diambil dari pihak yang mendukung ataupun tidak mendukung pelaksanaan angket.


Meski begitu, ia mengakui ada keterangan masyarakat yang menurutnya diberikan tidak di bawah sumpah. Sejumlah keterangan itu merupakan aduan dari orang-orang yang pernah terlibat kasus korupsi.


Sebelumnya, pansus hak angket KPK telah mengunjungi kepolisian, kejaksaan, penjara Sukamiskin, serta rumah perlindungan KPK. Mereka juga telah meminta keterangan dari sejumlah ahli seperti Yusril Ihza Mahendra, Zain Badjeber, Romli Atmasasmita, hingga Mahfud MD.

Editor: Rony Sitanggang

  • Pansus Angket KPK
  • Masinton Pasaribu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!