HEADLINE

Jokowi: Tidak Ada Keharusan Full Day School

""Jika ada sekolah yang memang sudah lama melakukan sekolah lima hari dan didukung oleh masyarakat, ulama, orang tua murid, ya silakan diteruskan, silakan dilanjutkan," kata Jokowi."

Jokowi: Tidak Ada Keharusan Full Day School
Presiden Joko Widodo. (Foto: setkab.go.id/Publik Domain)

KBR, Jakarta -  Presiden Joko Widodo menegaskan tidak ada keharusan bagi sekolah menerapkan peraturan sekolah lima hari (full day school).

Ia membebaskan penerapan hari sekolah lantaran banyak yang tidak siap dengan penyeragaman.


"Tidak ada keharusan untuk lima hari sekolah. Tidak ada keharusan full day school, supaya diketahui. Karena ada yang siap, ada yang belum, ada yang sudah bisa menerima, ada yang belum. Kita harus tahu yang di bawah seperti apa. Jika ada sekolah yang memang sudah lama melakukan sekolah lima hari dan didukung oleh masyarakat, ulama, orang tua murid, ya silakan diteruskan, silakan dilanjutkan," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/8/2017).


Presiden Jokowi menambahkan, soal hari sekolah nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Pendidikan Karakter. Perpres itu untuk menggantikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 tahun 2017.


Permendikbud tersebut mendapat protes kencang dari kalangan masyarakat, utamanya dari Nahdlatul Ulama (NU) karena dianggap mengatur tentang lima hari sekolah. Kebijakan ini dikhawatirkan bakal mematikan lembaga-lembaga keagamaan yang selama ini ada, seperti Madrasah Diniyah.


"Jadi Permendikbud ini diganti dengan Perpres. Tapi untuk detilnya tanyakan ke Mensesneg," kata Jokowi.


Baca juga:


Madrasah Diniyah jadi Partner

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi membantah pelaksanaan sekolah lima hari atau Full Day School (FDS) bakal mematikan kegiatan pendidikan Madrasah Diniyah. Muhajir bahkan mengklaim Madrasah Diniyah akan dijadikan partner dalam pelaksanaan FDS tersebut.


Muhadjir mengatakan  pengertian delapan jam belajar bukan berarti proses pembelajaran dilaksanakan penuh di dalam lingkungan sekolah formal.


Apa yang terjadi selama ini, kata Muhajir, sudah seperti bayangan awal FDS. Yakni, siswa berada di lingkungan formal mulai pagi hingga siang hari di sekolah formal. Kemudian, sore harinya, siswa akan belajar di Madin, TPQ atau pesantren.


Muhajir mengatakan sebagian pembelajaran dapat dilaksanakan di luar sekolah, termasuk di Madin atau TPQ, seperti telah berjalan selama ini.


"Jadi perlu saya clear-kan sekali lagi, Madin atau TPQ malah akan kami jadikan sebagai partner, kami ajak kerjasama. Yaitu lembaga pendidikan agama, maupun pendidikan lainnya, akan dijadikan partner, dalam pelaksanaan delapan jam belajar. Yang harus dipahami ini, delapan jam belajar itu tidak harus di sekolah. Sebenarnya apa yang terjadi selama ini, yaitu pagi belajar di sekolah, sore belajar di madrasah, sebetulnya ya itu sudah full day school. Itu semua, waktu itu sudah dianggap delapan jam," jelas Muhadjir, Jumat (18/6/2017).


Lebih lanjut Muhadjir mengatakan lantaran sifatnya hanya sebagai sarana pendukung, ia pun tidak mempermasalahkan banyaknya guru sekolah Madin yang belum berijazah formal. Sebab, Madin hanya salah satu sarana pendukung dalam program lima hari sekolah.


Muhadjir bahkan mewacanakan, seandainya memungkinkan, sekolah bisa mengalokasikan honorarium bagi guru Madrasah Diniyah dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • full day school
  • Kontroversi Full Day School
  • FDS
  • sekolah lima hari
  • sekolah sepanjang hari
  • Jokowi
  • Joko Widodo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!